Husni Tamrin Kepala Dinsosnakertrans Sidoarjo mengatakan, ada dugaan bahwa Suwadi (74 tahun), kakek badut penderita stroke, sebenarnya sudah bisa berjalan normal. Petugas Liponsos Sidoarjo dan Husni sendiri mengetahui bahwa pria itu berjalan dengan normal saat keluar dari kamar yang disediakan di Liponsos.
Saat suarasurabaya.net berkunjung ke Liponsos Sidoarjo, Minggu (14/6/2015) malam, Suwadi memang bisa berjalan normal. Tidak hanya itu, Suwadi juga bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan Husni dengan pelafalan yang jelas.
Karsi yang saat itu menemani Suwadi di salah satu ruangan di Liponsos Sidoarjo mengatakan bahwa Suwadi, suaminya, memang sudah jauh lebih sehat dari sebelumnya.
Dengan bahasa jawa krama, Karsi menjelaskan, “sekarang bapak sudah lumayan sehat, tapi ya masih begini ini kondisinya,” ujarnya kepada Husni.
Karsi menjelaskan, kondisi Suwadi berangsur membaik setelah menjalani pengobatan yang dibiayai oleh Muadi, salah satu anaknya.
Di ruangan tersebut, Karsi tampak mendominasi menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Husni. Hingga akhirnya, Husni meminta Karsi untuk lebih dulu beristirahat di kamar yang sudah disediakan.
Sementara itu, Husni meminta Suwadi untuk tetap tinggal di ruangan agar bisa memberikan keterangan lebih lanjut.
“Sekarang bapak bisa menjawab dengan jujur, bapak ini sebenarnya pernah sakit stroke apa tidak?” tanya Husni kepada Suwadi.
Kakek yang selalu mengaku tinggal di Driyorejo, Gresik, sebatang kara membenarkan bahwa dia memang pernah terserang stroke.
“Sekarang sudah sehat, tapi tangannya masih sering gemetar begini,” ujarnya kepada Husni dengan bahasa jawa kromo dan pelafalan yang jelas.
“Nah, itu jelas ngomong-nya,” kata Husni. Kakek Suwadi hanya bisa tersenyum dan mengakui bahwa sebenarnya sudah cukup lama kesehatannya berangsur pulih dari penyakit stroke yang pernah dia derita beberapa tahun lalu.
Kakek Suwadi akhirnya mengutarakan bahwa sejak tujuh tahun yang lalu, dia sudah tidak bekerja. Selain karena usianya, juga karena penyakit stroke yang dia derita. Dahulu, pekerjaannya adalah tukang batu.
Sejak tidak lagi bekerja, Kakek Suwadi pun menggantungkan kebutuhan hidupnya pada penghasilan Muadi, anaknya, dan Karsi, istrinya. Ketiganya tinggal di Dusun Bulu, Desa Sawo, Kecamatan Jetis, Mojokerto, bersama menantu dan cucu.
Lambat laun, kebutuhan hidup terus meningkat, sementara Karsi yang semula bekerja di sebuah warung yang menjual nasi jagung tidak lagi bekerja. Karsi sempat menyebutkan, karena pemilik warung memutuskan untuk menutup warungnya.
Akhirnya, tutur Suwadi, Karsi mempunyai ide bagaimana agar keduanya bisa kembali bekerja. Yaitu dengan menyewa pakaian badut dan berkeliling untuk mengamen.
“Itu di Pak No, menyewakan baju badut murah. Dua puluh ribu (per hari, Red) sudah dapat sekalian tape-nya,” ujar Suwadi dengan bahasa jawa kromo menirukan kata-kata Karsi.
Sejak saat itulah keduanya mengamen sebagai badut ke kampung-kampung. Awalnya di sekitaran Kecamatan Jetis, Mojokerto.
Hingga akhirnya, setahun lalu, keduanya memutuskan untuk mengamen di Sidoarjo. Tepatnya di sekitaran Lippo Mal Sidoarjo, mengandalkan belas kasihan akan kondisi Kakek Suwadi yang ironis: berjalan tertatih, sudah setahun menderita stroke, dan memakai baju badut. (den/edy)