Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Timur masih kesulitan memperluas kerjasama terkait keterbukaan informasi di lembaga badan publik di ranah Yudikatif seperti, Polri, Kejaksaan, BPK dan BPKP.
Ketty Tri Setyorini Ketua KI Provinsi Jatim mengatakan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterbukaan informasi belum bisa menyentuh ranah Yudikatif. Diantaranya, badan publik Yudikatif beralasan belum mendapat instruksi dari pusat dan belum menganggap penting keberadaan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
“Meskipun di Undang-undag jelas bahwa setiap badan publik harus menginformasikan keterbukaan, tapi kita belum kerjasama dengan Yudikatif karena secara organisasi mereka tersentral vertikal. Jadi harus nunggu persetujuan pusat,” katanya usai laporan akhir tahun dalam Forum Informasi dan Akuntabilitas 2015, di Diskominfo Jalan Ahmad Yani, Kamis (17/12/2015).
Mengenai ketakutan badan publik dalam memberikan informasi, menurut Ketty, mainset bdan publik khususnya di Yudikatif harus berubah. Harus ada pandangan bahwa dengan terbuka maka ada jaminan lembaga tersebut bersih.
“Contohnya, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dikeluarkan BPK, selama 60 hari setelahnya sudah menjadi hak publik untuk tahu. LHP itu hasil pemeriksaan resmi dan tidak perlu takut diketahui publik,” katanya.
Tidak hanya itu, dengan adanya PPID, berarti badan publik tersebut sudah melakukan pekerjaan negara sesuai prosedur. Di pemerintah daerah atau SKPD misalnya, Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan serapan anggaran per tiga bulan harus diupload dan bisa diakses oleh publik.
“Badan publik harus berani memberi ruang untuk menantang bahwa dirinya itu merupakan lembaga bersih dari korupsi. Begitu juga dengan LHP, itu merupakan hasil profesional dari lembaga yang berkompeten di bidang audit. Itu sudah final. Kalau sudah bersih, ngapain khawatir,” katanya.(bid/ipg)