Selain mengajukan Pra Peradilan, Sutan Bhatoegana Mantan Ketua Komisi VII DPR Fraksi Partai Demokrat, juga membuat testimoni terkait penetapan status tersangka dan penahanannya.
Testimoni itu disampaikan lewat Egi Sudjana kuasa hukumnya, Kamis (26/2/2015). Sutan mengkritik KPK dengan dengan motto “Berani Jujur Itu Hebat”. Inilah testimoni lengkap Sutan Bhatoegana:
“KPK Bilang `Jujur Itu Hebat` Tapi Saya Jujur Kok Malah `Diembat`
Pertama saya dipanggil KPK sebagai saksi untuk menerima THR yang dikaitkan dengan proyek SKK Migas tahun 2013. Saya sudah bantah karena saya tidak mengerti hal itu.
Pada waktu persidangan Sdr Rudi Rubiandini, dana yang diserahkan oleh Sdr Rudi Rubiandini kepada Tri Yulianto (Anggota Fraksi Demokrat Komisi VII) untuk dibagi-bagikan ke Komisi VII melalui saya sebagai Ketua dan itu sama sekali tidak dapat dibuktikan.
Saya justru menyelamatkan uang negara. Saya diminta memenangkan yang kalah, dan mengalahkan yang menang. Selisih kontrak Rp4 triliun antara PT Rekind dengan PT Timas.
Tetapi Saudara Eka Putra dkk ingin yang dimenangkan adalah PT Rekind. Saya mengatakan tidak ingin turut memenangkan PT Rekind karena jelas itu merugikan negara. Pada intinya, adalah saya menyelamatkan uang negara sebesar Rp4 triliun dan investasi Chevron via SKK Migas pada Proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) sebesar Rp1.000 triliun dan semua itu menjadi batal karena ada tekanan dari Eka Putra untuk Sdr Rudi Rubiandini.
Saya menyelamatkan uang negara kok malah saya yang jadi tersangka. Deni Karmaina yang mengatasnamakan PT Rekind berjanji akan memberikan saya 5 juta USD untuk memenangkan PT Rekind, Sdr Eka Putra menekan saya untuk memenangkan PT Rekind tetapi saya tidak mau.
Bahkan saya ditawar kembali oleh Deni Karmaina sebesar 10.000.000 USD untuk memenangkan PT Rekind, saya tetap menolak. Sdr Rudi Rubiandini kembali meminta kepada saya untuk memenangkan PT Rekind.
Karena saya terus menolak, hal tersebut berimbas pada tidak mau ditandatanganinya letter of intens milik PT Timas oleh saudara Rudi Rubiandini, padahal tenggat waktu 20 hari unruk penandatanganan kontrak letter of intens.
Terkait permintaan THR, saya tidak pernah meminta THR kepada Sdr Rudi Rubiandini. Ketika saya diperiksa oleh penyidik KPK Budi A Nugroho dari 3 pertanyaan yang diajukan penyidik, sudah terjawab sekitar 57 pertanyaan, sehingga mengutip pernyataan penyidik KPK Budi A Nugroho atas kooperatifnya saya dalam pemeriksaan adalah “Kalau semua pejabat seperti bapak, maka aman negara ini.”
Selanjutnya dalam pernyataan Budi A Nugroho “Saya ingin orang PT Rekind (Deni Karmaina, Eka Putra dkk) beradu argumen dengan Bapak Sutan Bhatoegana”, dalam hal ini siapa yang merugikan negara sebenarnya. Malah saya menyelamatkan uang negara.
Saya sangat kecewa mereka dicekal tapi tidak pernah diperiksa oleh KPK, yaitu Sdr Eka Putra, Sdr Deni Karmaina, dan pihak lainnya terkait masalah ini. Sebelumnya, menurut Budi A Nugroho selaku penyidik KPK sudah meminta kepada pimpinan untuk memeriksa Sdr Eka Putra dan Sdr Deni Karmaina, tapi tidak pernah terealisasi hingga saat ini.
Hal ini jelas patut diduga adanya suatu konspirasi kebohongan untuk menjerumuskan dan mengorbankan saya. Sehingga saya menyimpulkan dan menyampaikan kepada penyidik KPK bahwa KPK punya motto “jujur itu hebat” tapi kenapa ketika saya jujur kok malah saya yang diembat (dikorbankan).
Dulu saya mengira oknum pimpinan KPK tersebut adalah manusia setengah dewa, ternyata manusia setengah serigala. KPK terlalu mengada-ada dan memaksakan serta selalu mencari-cari kesalahan, terbukti dalam penetapan sebagai tersangka saya pada saat penghitungan suara pemilu legislatif 2014, saya ditetapkan sebagai tersangka terhadap menerima hadiah atau janji terkait penetapan APBN-P tahun 2013, yaitu sekitar Rp18,7 triliun, padahal sebenarnya dalam hal ini penetapan itu hanya sekitar Rp17,3 triliun, artinya saya justru membantu penghematan APBN sebesar sekitar Rp1,4 triliun” (faz/dop/rst)