Kericuhan pembahasan tata tertib Muktamar NU, muncul bukan karena perbedaan pendapat, melainkan muncul setelah adanya oknum yang dengan sengaja mencaci maki ulama dan berusaha mengkriminalisasi pengurus PBNU.
“Saat pembahasan tatib Muktamar yang dilakukan pada Minggu malam sempat muncul tiga kelompok besar, namun ketiganya masih menjaga ketenangan muktamar dengan saling menghargai perbedaan,” kata Abdul Fattah, pengamat dari lembaga kajian masyarakat NU, Senin (3/8/2015).
Tiga kelompok yang berdebat adalah kelompok yang mendukung penerapan ahlul hall wal aqdi (Ahwa) atau musyawarah mufakat untuk proses pemilihan rois aam. Kemudian kelompok kedua adalah yang menolak penggunaan Ahwa, serta kelompok ketiga adalah kelompok pendukung Ahwa, namun konsep musyawarah mufakat ini tidak dijalankan Muktamar kali ini melainkan untuk Muktamar yang akan datang.
Tiga kelompok ini, awalnya menyampaikan pendapat mereka dengan santun. Namun tiba-tiba muncul perwakilan dari Riau dan Kepulauan Riau yang berbicara di forum dan menjelek-jelekkan para kiai serta pengurus PBNU yang duduk memimpin sidang.
Aksi menghujat kiai dan pengurus PBNU inilah yang menjadikan suasana di dalam arena Muktamar memanas dan berujung diusirnya dua orang tersebut dari dalam arena sidang pleno.
“Saya kira jika diteruskan tetap tidak akan ada titik temu sehingga menurut kami yang bisa mengakhiri perdebatan hanyalah fatwa dari Rois Aam PBNU KH Mustofa Bisri (Gus Mus),” ujarnya.
Fatwa dari Gus Mus, diyakini akan bisa mencairkan suasana dan harus diikuti oleh seluruh muktamirin.
Sementara itu, terkait perdebatan ini, KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PBNU mengatakan jika untuk Muktamar kali ini, penggunaan sistem Ahwa memang belum bisa dilakukan karena belum diatur di AD/ART NU.
Sementara itu KH Miftachul Ahyar, Rois Syuriah PWNU Jawa Timur mengatakan sebaliknya. “Penggunaan Ahwa harus dilakukan saat ini untuk menjaga perpecahan di internal ulama,” kata pengasuh pesantren Miftachusunnah Surabaya yang juga pendukung kelompok KH Said Aqil Siradj ini.
Sedangkan Yenny Wahid, Putri Gus Dur mengatakan, perdebatan kedua kelompok ini hanya bisa diuraikan jika Rois Aam KH Musthofa Bisri (Gus Mus), segera turun untuk mengeluarkan fatwa jalan tengah yang harus diikuti oleh seluruh peserta Muktamar. (fik/dwi)