Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah atau pembahasan masalah hukum fiqih kasuistik, memiliki fatwa berbeda terkait BPJS Kesehatan. Jika Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa haram, maka hasil pembahasan di Muktamar NU justru membolehkan BPJS Kesehatan.
“Perjanjian presmi BPJS menggunakan bank konvensional sehingga dihukumi ikhtilaf (ada beberapa pendapat) yakni haram, subhat dan mubah,” kata Abdul Ghofur, Sekretaris sidang Komisi waqiiyah usai mengikuti Bahtsul Masail Waqiiyah di Pesantren Mambaul Maarif, Tambak Beras, Jombang, Selasa (4/8/2015).
Namun, NU sendiri sewaktu masih dipimpin KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), telah membahas bank konvensional secara khusus dan membolehkannya.
“MUI cenderung menghukumi BPJS haram itu wajar, karena MUI punya semangat agar umat Islam di Indonesia menggunakan Bank Syariah yang sudah menggunakan hukum syari,” kata Ghofur yang juga wakil rois syuriah PWNU Jawa Tengah ini.
Namun dalam konteks BPJS, NU lebih mengedepankan keadilan dan kemanfaatan. Artinya, jaminan kesehatan bagi seluruh warga negara itu memang sangat dibutuhkan, namun jika ada orang yang tak mampu membayar maka negera wajib mensubsidi atau menanggungnya.
“Begitu juga soal denda BPJS, NU memandang itu bagian dari takzir yang dibolehkan untuk kepentingan umum,” kata dia.
Sementara itu, dalam kesempatan ini, Ghofur juga mengatakan jika komisi Bahtsul Masail Waqiiyah juga telah selesai membahas hukum pemaksulan bagi pemimpin.
“NU mendukung pemakzulan jika pemimpin itu sudah tidak mampu secara fisik dan menjadi tersangka korupsi. Bahkan kalau dia bertahan boleh gunakan people power asal manfaatnya lebih besar dari pada mudharatnya,” kata dia.
Sementara itu, seluruh fatwa dari komisi Bahtsul Masail ini selanjutnya akan diplenokan di Muktamar NU untuk menjadi fatwa resmi dari NU. (fik/ipg)