Semakin asyik seseorang dengan gadgetnya, maka semakin sedikit pula kesempatannya untuk berinteraksi secara langsung dengan orang lain yang berada di sekitarnya. Sikap tidak acuh ini, jika terus dibiarkan, akan menjadi budaya baru yang tentunya bertolak belakang dengan nilai kepedulian sosial yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Melalui diskusi di laman Facebook e100, Senin (10/8/2015), para netter memberikan langkah jitu bagaimana mereka membendung dampak negatif penggunaan gadget, namun tetap mendapatkan manfaatnya secara maksimal.
Salah satunya, peraturan di keluarga Ie Hap Yie yang mengharuskan untuk tidak memegang gadget saat berkumpul bersama. “Kalau pegang, boleh, bentar aja, balas secukupnya, yang urgent aja. Yang sekedar ngobrol, dibalas nanti-nanti aja,” tulisnya.
Berbeda, Abe dan Dian Hadi memilih untuk menegur teman-temannya secara langsung, jika saat berkumpul, mereka terlalu asyik dengan gadgetnya.
“Kalau saya lagi nongkrong, terus masing-masing pada pegang HP dan suasana sepi 5 menit, tinggal bilang aja langsung ke mereka, niat nongkrong atau mainan HP? Serentak ditaruh semua,” komen Abe.
Lain lagi, Endro Dhani justru menghindari pemakaian gadget berlebihan dengan melakukan kegiatan outdoor. “Karena sinyal internet sulit, jadi hanya bisa terima telepon atau SMS,” tulisnya.
Larangan penggunaan gadget untuk meningkatkan kembali kontak langsung antar dengan teman dan keluarga, juga telah diberlakukan di beberapa tempat publik, seperti yang diceritakan Dwi Aris Susanto.
“Di Yogyakarta, ada cafe coffee yang melarang keras memakai gadget di lingkungan cafe-nya. Setiap orang kesitu akan malu sendiri ketika dia mengeluarkan gadgetnya, kecuali hanya terima telepon. Pure menjalin komunikasi dan ngobrol dengan teman,” tulisnya.(iss/yas/tok)