Duta Besar/Watap RI untuk Austria merangkap Slovenia serta Badan PBB dan Organisasi Internasional lainnya di Wina Rachmat Budiman memperoleh kehormatan untuk memimpin pertemuan ke-6 Kelompok Kerja Perdagangan Orang (Working Group on Trafficking in Persons) yang berlangsung di Wina, Austria.
Mengawali pertemuan, Dubes Rachmat Budiman memimpin acara mengheningkan cipta guna mengenang para korban tragedi serangan teroris yang terjadi di Beirut dan Paris baru-baru ini, demikian Dody Kusumonegoro Minister Counsellor Korfung Pensosbud Protkons KBRI/PTRI Wina, kepada Antara London.
Lebih dari 300 delegasi dari negara pihak dan negara anggota pada Protokol Perdagangan Orang, wakil dari organisasi regional dan internasional, hadir pada pertemuan. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Duta Besar/Watapri Wina dan beranggotakan pejabat dari Kementerian Luar Negeri dan KBRI/PTRI Wina.
Pokja Perdagangan orang sesi ke-6 kali ini membahas secara khusus isu keterkaitan agen penyalur tenaga kerja dan biaya perekrutan tenaga kerja dengan perdagangan orang, koordinasi nasional dalam memerangi perdagangan orang. Selain itu konsep kunci dalam Protokol mengenai vulnerability, consent dan eksploitasi permintaan perdagangan orang sebagaimana terangkum dalam paper UNODC.
Pertemuan juga mengundang Ms. Maria Grazia Giammarinaro UN Special Rapporteur on trafficking in persons, especially women and children untuk berbicara pada pembukaan acara. Terpilihnya Dubes Rachmat Budiman sebagai Ketua Kelompok Kerja Perdagangan orang ini tidak terlepas dari peran aktif Indonesia cq. KBRI/PTRI Wina dalam berbagai forum dan aktifitas UNODC, khususnya dalam kerangka Konvensi PBB menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir (UNTOC).
Indonesia diwakili Lalu Muhammad Iqbal Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri menjadi salah satu panelis utama pada Sesi ke-6 pertemuan. Selain Indonesia, pertemuan menghadirkan panelis dari AS, Meksiko, Australia, Argentina dan Portugal. Dalam paparannya, Lalu Muhammad Iqbal menyampaikan bahwa akar permasalahan dari perdagangan orang yang melibatkan agen penyalur kerja dan biaya siluman dalam penyaluran tenaga kerja disebabkan masih lemahnya legislasi nasional di bidang ketenagakerjaaan.
Selain itu kurangnya pengawasan dan inspeksi yang ditambah dengan kurangnya kapasitas dan pengetahuan pejabat dan penegak hukum atas isu perdagangan orang, serta lemahnya pemahaman masyarakat mengenai bahaya dan ancaman kejahatan perdagangan orang.
Dikatakannya upaya yang dilakukan Indonesia dalam mengatasi kejahatan perdagangan tenaga migran antara lain penguatan legislasi, pembuatan perjanjian dengan negara lain, media campaign serta sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat mengenai bahaya kejahatan perdagangan orang.
Tidak kalah penting, Indonesia mendorong pembentukan perjanjian bilateral sebagai bagian dari komitmen kerjasama internasional penanggulangan perdagangan orang.
Pokja mengenai Perdagangan Orang dibentuk sesuai dengan mandat Keputusan pada Sesi keempat Konferensi UNTOC, Oktober 2008. Sebanyak 100 negara pihak menghadiri pertemuan Pokja yang dilaksanakan setiap tahun. (ant/dwi)