Aksi unjuk rasa driver Go-Jek di Surabaya yang menuntut kebijakan suspend massal atas tuduhan order fiktif dibatalkan tanpa syarat oleh manajemen Go-Jek, terus berlanjut hingga Jumat (4/12/2015).
Para driver Go-Jek Surabaya yang juga menuntut rincian penjelasan mengenai kesalahan-kesalahan mereka ini sedang membangun konsolidasi untuk memperkuat solidaritas antar sesama driver dalam unjuk rasa.
Hendraven salah satu driver Go-Jek yang menjadi koordinator massa aksi mengatakan, driver yang sampai hari ini masih menunggu tuntutan mereka dipenuhi, tetap berkumpul di kantor Jalan Tidar, Surabaya.
“Masih. Kami akan tetap menekan manajemen untuk memenuhi tuntuan kami. Sekarang ini kami sedang membuat wadah agar aksi kami lebih solid,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Jumat (4/12/2015).
Hendra mengakui, aksi mereka kemarin sangat sporadis. Tidak seluruh driver Go-Jek turut dalam aksi pendudukan kantor dan pelaporan manajemen Go-Jek ke Diskominfo. Padahal, jumlah driver Go-Jek di Surabaya sekarang ini hampir mencapai 15 ribu orang.
“Sebagian besar driver masih tidak peduli dan tetap menerima order, karena mereka merasa tidak terkena suspend. Tapi kalau sistemnya tetap seperti ini, nanti mereka juga akan kena,” katanya.
Massa yang melakukan unjuk rasa hari ini hanya puluhan orang saja. Ini karena sebagian driver Go-Jek memilih tetap bekerja mengantar penumpang, makanan, maupun barang.
Tinton salah satu driver Go-Jek yang bergabung sejak September 2015 lalu mengatakan, selama bekerja di Go-Jek dia mengaku aman-aman saja. Dia juga bukan termasuk driver yang terkena suspend massal.
Tinton menilai, unjuk rasa yang dilakukan oleh driver lainnya kurang tepat. Sebab menurutnya, bagaimanapun juga dia bergabung di Go-Jek untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan.
“Setuju enggak setuju sih, karena kita ini kan butuh bekerja. Tetap butuh pemasukan,” ujarnya pria yang bergabung sebagai driver Go-Jek karena kontrak kerjanya di Amanda Brownies tidak diperpanjang.
Selama bergabung dengan Go-Jek, Tinton mengaku mampu mendapatkan enam order dalam sehari. “Itu sudah lumayan. Dulu order penumpang dan Go-Food (makanan) saya layani, sekarang saya khusus Go-Food saja,” katanya.
Tidak hanya Tinton, Ismail Wahyudi driver Go-Jek yang mantan sopir taksi juga tidak ikut dalam aksi unjuk rasa para driver Go-Jek. Dia memilih tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Meski mengaku bukan salah satu yang terkena suspend, tapi dia sebenarnya mendukung aksi kawan-kawannya dalam unjuk rasa kemarin. Sebab, menurutnya, pihak manajemen Go-Jek memang tidak transparan.
“Misalnya honor yang tadinya per poin Rp18.000, baik untuk makanan dan Go-Mart, sekarang turun drastis menjadi Rp1.000 per poin,” ujarnya ketika dihubungi suarasurabaya.net.
Menurutnya, masalah itu memang tampak sepele, tapi dia mengakui baginya penurunan honor itu memberatkan. Apalagi, penurunan honor itu dilakukan pihak manajemen tanpa ada pemberitahuan sebelumnya.
“Sudah sejak sebulan lalu aturan baru ini berlaku. Tapi tidak ada pemberitahuan sama sekali dari manajemen,” katanya.
Tidak hanya untuk dua jenis Go-Jek di atas, ada perubahan aturan dalam jasa mengantar penumpang. Seperti halnya penerapan aturan lin, penurunan ongkos mengantar penumpang juga tanpa sosialisasi ataupun pemberitahuan.
Driver yang biasanya mendapatkan Rp15 ribu tiap mengantarkan penumpang jauh maupun dekat, sekarang ini untuk jarak dekat hanya mendapatkan Rp12 ribu.
Mail yang pernah menjadi sopir taksi tersebut kini hanya menggantungkan hidup dari penghasilan nggojek. Meski merasa kebijakan manajemen merugikannya, dia tetap mengerjakan pekerjaannya. Karena itu pula dia tidak turut dalam aksi unjuk rasa.
Keluhan juga dikatakan oleh Yogi Prayoga yang bekerja paruh waktu di Go-Jek. Mengenai perlengkapan helm dan jaket, menurut Yogi sekarang ada aturan baru tanpa pemberitahuan.
“Di perjanjiannya, driver baru menggantikan sejumlah uang kalau helm atau jaket ini rusak maupun hilang. Sekarang seperti dicicil, ada potongan untuk perlengkapan itu,” katanya.
Tidak hanya helm dan jaket, telepon selular yang sesuai akad di dalam surat kerjasama, cicilannya dengan cara dipotong langsung dari deposit sebesar Rp20 ribu per minggu, kini berubah menjadi setiap hari.
“Hampir setiap hari dipotong Rp10 ribu untuk HP (handphone, red). Ini sebelumnya juga tanpa pemberitahuan,” kata Yogi.
Pria yang juga bekerja paruh waktu di salah satu perusahaan kargo di Tanjung Perak mengatakan, dia sebenarnya mendukung aksi rekannya kemarin. “Saya tidak ikut karena ada pekerjaan,” ujarnya. (den/ipg)