Sabtu, 23 November 2024

Diduga Memeras, Wartawan Ini Dilaporkan Panitera PA ke Polisi

Laporan oleh Wakhid Muqodam
Bagikan
Iksanul Huri Panitera Pengadilan Agama (PA) Surabaya didampingi kuasa hukumnya keluar dari ruang SPKT Polrestabes Surabaya. Foto: Wakhid suarasurabaya.net

Merasa dicemarkan nama baiknya dan diperas, Iksanul Huri (48) Panitera Pengadilan Agama (PA) Surabaya melaporkan seorang wartawan media cetak di Surabaya ke Polisi.

Dedy Kusbiantoro (32) seorang wartawan yang bekerja di harian Memorandum dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes Surabaya, Kamis (29/1/2015) dengan dugaan penistaan dalam tulisan sesuai dengan Pasal 311 KUHP.

Saat datang ke SPKT Polrestabes Surabaya, Iksanul Huri didampingi Berlian Ismail Marzuki Kuasa Hukumnya. Saat keluar dari ruangan SPKT, sejumlah wartawan langsung menghampiri Panitera PA tersebut untuk mengkonfirmasi, namun dia enggan untuk bicara.

Kuasa hukum Huri langsung menanggapi terkait kedatangan kliennya untuk membuat laporan polisi. Berlian Ismail Marzuki mengatakan, wartawan yang dilaporkan tersebut telah menulis enam pemberitaan yang diterbitkan harian Memorandum terkait berkas gugatan cerai yang hilang.

“Enam kali pemberitaan itu pak huri tidak pernah dikonfirmasi. Kemudian dia berinisiatif sekaligus perintah kepala PA untuk melaporkan ke Polisi. Dari pemberitaan itu, ada juga indikasi pemerasan yang dilakukan,” kata Berlian kepada wartawan, Kamis (29/1/2015).

Dia menyebutkan, pemberitaan tersebut terbit tanggal 24, 29, 30, 31 Desember 2014, dan tanggal 5, 12 Januari 2015. “Klien saya Sudah menggunakan hak jawabnya, namun tetap diberitakan yang tidak benar,” ujarnya.

Dari pemberitaan tersebut, kata dia, Iksanul Huri selaku Panitera PA merasa tidak pernah dikonfirmasi. Bahkan, berkas gugatan yang dimaksud hilang tersebut ternyata tidak hilang, melainkan tercecer di depan kantor PA Surabaya dan ditemukan oleh Dedy. Tidak mengembalikannya ke PA, namun Dedy justru memanfaatkan untuk melakukan pemerasan.

“Kalau berkas ingin balik dan tidak diberitakan, harus ada tebusan sekian sekian,” kata Berlian.

Berlian juga menjelaskan, jika Dedy mengirimkan pesan singkat kepada kliennya meminta sejumlah uang untuk menebus berkas gugatan cerai . “Pertama minta Rp20 juta, terus turun Rp15 juta, Rp7 juta, dan terakhir turun jadi Rp4 juta,” kata dia.

Berlian juga mengatakan, jika pemberitaan dan pemerasan tersebut dilakukan oleh Dedy sebagai bentuk aksi balas dendam. Karena diketahui tanggal 22 Mei 2014, dia mengajukan permohonan pembaharuan nikah (isbat-red) dengan Sulastri namun ditolak pihak PA.

“Penolakan permohonan tersebut dikarenakan, masing-masing masih punya suami dan istri,” kata dia.

Sementara itu, Ahmad Nurzaman Wakil Direktur Memorandum saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya telah mendengar informasi terkait tindakan yang dilakukan karyawannya. Pihaknya langsung memecat Dedy awal bulan Januari 2015.

“Dia belum lama bekerja disini (Memorandum-red), posisinya masih wartawan magang,” kata Ahmad Nurzaman.

Dia juga menjelaskan, di perusahaannya memang ada imbauan untuk semua wartawan membantu mencarikan iklan. “Tapi kami tidak memerintahkan melakukan pemerasan,” kata dia.

Dari evaluasi atas nama terlapor, kata Ahmad, akhirnya perusahaan memutuskan untuk mengeluarkan yang bersangkutan. “kami keluarkan dari memo dan sekarang tidak dipekerjakan lagi,” ujarnya. (wak/rst)

Teks Foto:
– Berlian Ismail Marzuki kuasa hukum Iksanul Huri Panitera Pengadilan Agama (PA) Surabaya menunjukkan bukti pemberitaan di harian Memorandum.
Foto: Wakhid suarasurabaya.net

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
34o
Kurs