Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Kota Surabaya menyoroti kenaikan tarif parkir yang diterapakan di sejumlah pusat perbelanjaan di Kota Pahlawan.
Mazlan Mansur Ketua Komisi B DPRD Surabaya mengatakan, warga di Surabaya mulai mengeluhkan naiknya tarif parkir yang mencolok di sejumlah pusat perbelanjaan yakni untuk mobil Rp6 ribu, sedang untuk sepeda motor Rp3 ribu. Bahkan untuk parkir valley sampai Rp50 ribu.
“Kenaikan tarif parkir tersebut sudah melanggar batas maksimum tarif parkir sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 4 tahun 2011 Tentang Pajak Daerah,” katanya.
Ia menyebutkan bahwa seharusnya tarif maksimum parkir untuk mobil itu adalah Rp3 ribu. “Sekarang kondisi ini sudah melebihi ambang maksimal. Karena ini adalah pajak yang dikelola swasta dan berpayung pada perda tentang pajak daerah,” kata Mazlan.
Menurut Mazlan, saat ini kondisi parkir yang dikelola oleh swasta banyak yang melanggar. Termasuk untuk parkir valley. Dalam perda tersebut juga sudah ditentukan besaran nilai valey, dimana saat ini tarifnya sudah dua kali lipat.
Selain itu, kata dia, untuk parkir valley saat ini banyak mal yang menyalahi aturan dalam pengadaan lahan parkir valley. “Valley ini seharusnya lahannya ada di atas yang jauh, bukan ada di depan gedung yang dekat dari penurunan penunmpang. Tapi sekarang malah terbalik, justru yang dibawah itu dipakai valley sehingga yang parkir reguler harus naik ke atas,” katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya ingin pemkot dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah tegas dalam menyikapi pelanggaran perda ini. Sebab, persoalan ini erat kaitannya dengan kebijakan dan pendapatan daerah yang dimiliki oleh Surabaya. Sedangkan sekarang ini terjadi pelanggaran dan seharusnya ada penertiban.
“Sebab untuk revisi perda sendiri kita tahun ini belum masukkan ke proleg,” tuturnya.
Sementara itu, Kepada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya Yusron Sumartono menyampaikan bahwa kenaikan tarif parkir di mal itu sudah atas izin Dinas Pendapatan.
Ia menyebutkan bahwa pihak mal menaikkan tarif lantaran tarif yang lalu dianggap tidak lagi layak untuk mencukupi biaya operasional mal. “Kami minta agar perda itu ditinjau kembali karena dalam perda itu juga masih banyak bagian yang masih rancu,” katanya.
Bagian yang masih rancu diantaranya adalah soal pembatasan tarif yag disebutkan dalam perda. Angka tersebut belum jelas peruntukannya. Apakah untuk pihak yang memang memungut parkir seperti mal, atau juga untuk tempat yang tidak memungut biaya parkir, seperti gedung-gedung pemerintah atau milik pemerintah.
Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa tarif Rp3 ribu itu sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Dimana tarif listrik naik dan juga banyak bahan yang membuat operasional mal juga naik sehingga ia mendukung agar perda itu segera direvisi saja.
“Karena kita juga tidak bisa membuat perwali, sebab dalam perda itu sudah tercantum batas maksimal, serta di perda juga tidak ada arahan agar ada aturan penjelas dengan membuat perwali. Sehingga akan lebih relevan jika perdanya yang direvisi,” katanya.
Kenaikan tarif parkir di mal ini didukung oleh pemkot. Terutama karena tahun ini pemkot juga sedang mengejar target pemasukan pajak parkir sebesar Rp80 miliar. Target ini disebutkan Yusron dua kali lipat dari nilai pendapatan dari parkir tahun lalu yang hanya Rp 48 miliar. (ant/rst)