Sebuah pameran yang digelar di galeri Dewan Kesenian Surabaya (DKS) dengan tema Pemuda Binal, adalah merupakan kritik sejumlah seniman muda atas rencana perhelatan Biennale Jatim 6 yang dianggap tidak memberikan apa-apa untuk masyarakat.
“Kalau benar Biennale Jatim 6 tahun 2015 ini memberikan sesuatu buat masyarakat, tentunya perhelatan itu nantinya juga akan dapat dinikmati masyarakat. Tapi coba lihat nanti setelah pembukaan, pasti menjadi sepi. menjadi mati, tanpa kehadiran masyarakat,” terang Mufi Mubaroh Ketua Penyelenggara Pameran Pemuda Binal.
Jika benar Biennale Jatim adalah perhelatan yang tidak hanya dinikmati kalangan seniman semata, tetapi juga dapat dinikmati oleh masyarakat, satu di antara ukurannya adalah bagaimana bentuk organisasi yang menyelenggarakannya.
“Bagaimana masyarakat tahu jika Biennale Jatim itu memang ditujukan bagi masyarakat, kalau informasi tentang penyelenggaraan kegiatan itu ternyata malah tidak diketahui atau didengar masyarakat. Ini kan ironis sekali,” tambah Mufi.
Hal lain yang juga menjadi perhatian para seniman muda yang tergabung dalam pameran Pemuda Binal terkait dengan Biennale Jatim 6 adalah sebutan biennale yang digelar atas nama sebuah provinsi. Seharusnya biennale digelar dalam konteks kota saja.
“Panitia jika memang tidak siap, seharusnya tidak usah memaksakan kegiatan itu menjadi tingkat provinsi. Karena biennale sebenarnya hanya dilaksanakan pada ukuran kota saja. Ini kesannya dipaksakan. Ini penyelenggara maunya apa? Tidak mendidik yang seperti ini,” tegas Mufi.
Oleh karena itu, Mufi Mubaroh bersama sejumlah seniman muda menggelar pameran di Galeri DKS yang sejatinya sebuah kritik atas rencana Biennale Jatim 6 tahun 2015.
“Ini bukan main-main. Kita lihat nanti. Saat pembukaan pasti ramai, dan setelah itu sepi,” pungkas Mufi Mubaroh saat dikonfirmasi suarasurabaya.net, Selasa (10/11/2015).(tok/ipg)