Komisi Bahtsul Masail Maudluiyah Muktamar ke 33 Nahdlatul Ulama yang digelar di pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang menyepakati hukuman mati bisa diperlakukan di Indonesia.
“Hukuman mati musti ada karena sudah termaktub dalam Alquran. Bahkan hasil dari kajian kami hukuman mati sejatinya tidak melanggar HAM karena sudah setimpal dengan perbuatannya. Misalnya orang yang membunuh orang lain,” kata KH Arwani Faisal, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU, Selasa (4/8/2015).
Hasil kajian Bahtsul Masail Maudluiyah, hukuman mati hanya bisa dilakukan dengan alasan untuk melindungi lebih banyak lagi korban atau masyarakat luas dari ancaman pembunuhan.
Intinya, jika orang tersebut dianggap menebar ancaman mafsadah atau kerusakan bagi orang banyak dan sulit diberantas atau biasa disebut muharobah maka orang tersebut memang bisa dihukuman mati.
Karena sifatnya merusak dan merugikan orang banyak, maka hukuman mati tidak hanya bisa dijatuhkan bagi para pembunuh, melainkan juga bisa dilakukan bagi koruptor, serta produsen, pemasok dan pengedar narkoba.
“Termasuk koruptor kalau merajalela dimana-mana, bisa diancam hukuman mati. Ini sebagai pendidikan bagi orang lain agar mencegah perbuatan tersebut,” kata dia.
Sesuai surat Al Maidah ayat 32, lantas Albaqarah ayat 78 dan 79, kemudian Tafsir Baghowi, Ibnu Katsir, Alfiqhu Al Islami wa Ahdillatuhu maka hukuman mati harus memenuhi tiga syarat yaitu sesuai dengan perbuatannya, berpotensi membuat kerusakan besar dan sulit diberantas.
Selanjutnya, hasil dari Bahtsul Masail ini akan dibawa dalam pleno Muktamar. Jika disetujui, maka hukum ini akan menjadi fatwa resmi dari NU.
Sementara itu selain hukuman mati, Bahtsul Masail yang digelar di Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras setidaknya juga membahas Metode Istinbath Hukum, Khashaish Ahlus Sunnah wal Jamaah, Pasar Bebas, utang luar negeri dan asas praduga tak bersalah. (fik/ipg)