Beban masyarakat pada awal bulan April 2015 ini terasa berat. Beban terasa mulai dari naiknya harga-harga sembako, elpiji 12 kilogram, bahan bakar minyak (BBM), tarif listrik dan kereta api yang naik hampir bersamaan.
Tulus Abadi Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan, ini terjadi karena pemerintah terlalu menyerahkan pada mekanisme pasar. Tulus menyesalkan karena kondisi pasar tidak selalu berpihak ke masyarakat. Tulus menilai masyarakat belum siap karena infrastruktur dan pendapatan per kapita Indonesia masih rendah.
Sementara itu, Ratna Lopies Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga mengakui, beban pengusaha sudah mulai naik sejak tahun 2014 saat Bank Indonesia memberlakukan kebijakan uang ketat (tight money policy). Sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat sampai sekarang.
Ratna menilai, kondisi ekonomi saat ini justru banyak membebani kalangan menengah ke atas. Penyebabnya, mereka lebih banyak bersentuhan dengan aspek-aspek ekonomi seperti suku bunga tinggi, kenaikan harga elpiji, tarif listrik dan BBM.
Sedangkan Satrio Utomo Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia mengatakan, kebijakan pemerintah baru-baru ini tidak terlalu bagus untuk inflasi. Angka inflasi berpotensi meningkat dan ketika itu terjadi dikhawatirkan berdampak kepada kenaikan suku bunga.
Jika suku bunga naik, dampaknya banyak. Karena angka suku bunga menjadi acuan berbagai industri terutama sektor keuangan baik bank maupun non bank (perusahaan pembiayaan) dan secara umum berpengaruh kepada daya beli masyarakat. Pada akhirnya angka suku bunga akan menentukan angka pertumbuhan ekonomi. (all/gk/dwi/rst)