Sabtu, 23 November 2024

Anak TKI Korban Pembunuhan di Mesir Mengurung Diri

Laporan oleh Sentral FM Lumajang
Bagikan

Fairli Gandis, remaja berusia 17 tahun yang baru saja lulus dari SMAN Yosowilangun ini harus menghadapi kenyataan bahwa ibunya, Winarti binti Musiyar (42), menjadi korban pembunuhan di Mesir.

Padahal, remaja berjilbab yang tinggal di Dusun Krajan, Desa Kebonsari, Kecamatan Yosowilangun ini terbilang sangat jarang bertemu dengan ibunya. Bahkan, Fairli Gandis sudah ditinggalkan oleh Winarti sejak balita, karena ibunya harus bekerja ke luar negeri untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

“Keponakan saya ini sejak berusia 2 tahun sudah ditinggal mamanya bekerja di luar negeri sejak 17 tahun lalu. Mulai dari Winarti bekerja di Kuwait, sampai pindah ke Mesir,” kata Widayani (35), adik kandung Winarti ketika ditemui Sentral FM di rumah duka, Kamis (28/5/2015).

Sejak saat itu, masih menurutnya, Fairli Gandis yang sehari-hari disapa Gandis ini, tingal bersama Tiamah (60), neneknya. Karena, Joko Siswanto, bapaknya, yang telah bercerai dengan Winarti, ibunya, memilih untuk pulang ke rumah keluarganya di Tulungagung.

“Jadi, praktis ibu saya, Tiamah yang kemudian menjadi ibu Gandis. Ia yang sehari-hari merawatnya. Kalaupun bertemu dengan Winarti, paling itupun 4 tahun sekali, kalau ia pulang ke tanah air. Itupun kalau pulang tidak pernah lama, karena ia harus kembali untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarga ini,” kata dia.

Widayani menyampaikan, Gandis sendiri baru mengetahui kalau ibunya menjadi korban pembunuhan, kemarin. Itupun tidak melalui informasi yang disampaikannya secara langsung kepada remaja berpostur gemuk tersebut.

“Gandis baru tahu kalau ibunya dibunuh,setelah menonton TV. Kok ada berita mamanya dibunuh di Mesir. Setelah itu, dia baru histeris dan syok berat. Sejak kemarin, ia terus mengurung diri di kamar dan terus menangis. Demikian pula ibu saya, Tiamah, juga baru tahu dari TV sejak kemarin. Kondisinya juga sama, masih syok,” terang Widayani.

Ketika Gandis dan Tiamah keluar menemui pejabat fungsional Kemenlu yang datang ke rumahnya, wajah mereka terlihat sembab. Keduanya juga terus menangis. Apalagi ketika Hernawan Bagaskoro Adib, pejabat Kemenlu mendekatinya dan banyak melontarkan pertanyaan terkait sosok ibunya dan firasat yang dirasakannya.

Dengan lirih, Gandis menyampaikan, jika ibunya merupakan sosok pekerja keras. “Semuanya dilakukan, susah dan hidup suloit di luar negeri demi saya dan keluarga ini. Saya sendiri sangat jarang ketemu. Kalau kangen, bisanya hanya lihat foto mama saja. Dan setelah mama meninggal ini, saya baru sadar jika wajah mama itu cantik setelah saya lihat fotonya,” ucap Gandis.

Dengan kepergian ibunya, Gandis yang semula bercita-cita melanjutkan pendidikannya ke Universitas Negeri Jember pun belum bisa memastikan kelanjutkannya. “Kalau masuk ke Perguruan Tinggi, terus biayanya dari mana. Mama kan sudah tidak ada,” demikian tukas Gandis seraya menangis keras dan akhirnya masuk ke kamarnya mengurung diri. (her)

Teks Foto :
– Suasana rumah TKI Winarti binti Musiyar di Lumajang.

Foto : Sentral FM.

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs