Sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan, tidak bisa dipisahkan dengan peran para ulama.
Selain mengajarkan ilmu agama, fiqih, tafsir, tauhid dan tasawuf. Para ulama Indonesia banyak yang memiliki strategi perang gerilya untuk mengusir penjajah dari Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan KH Said Aqil Siradj pada malam tasyakuran atas penghargaan pahlawan nasional yang diberikan kepada KH Wahab Hasbullah salah seorang pendiri NU disamping KH Hasyim Asy’ari, di Kantor PBNU Jl Kramat Raya Jakarta Pusat, Senin (10/11/2014) malam.
Tasyakuran juga dihadiri beberapa Menteri angota Kabinet Kerja Jokowi- JK dan anggota DPR RI, yang juga sekaligus memperingati hari pahlawan 10 November.
Kiai Said mengatakan, orang tidak paham dengan peran ulama, seakan-akan ulama itu hanya pandai istigozah dan tahlil saja, tapi ulama Indonesia juga mempunyai wawasan kebangsaan. Menurutnya, sifat semacam ini tidak dimiliki ulama negara lain, seperti di Timur Tengah yang saat ini sedang dilanda konflik.
Berbeda dengan Indonesia, meskipun ilmunya pas-pasan, kalau berdoa dibolak-balik, tapi saat menghadapi penjajah dan pihak lain yang ingin mengusik NKRI, ulama Indonesia tidak pernah takut dan tinggal diam.
Di zaman penjajahan, kita kenal dengan bberapa tokoh Islam seperti Pangeran Imam Bonjol, pangeran Diponegoro, Teuku Umar, KH Khmad Dahlan, KH Hasyim Asyari, bahkan yang membunuh Jenderal Mallaby di jembatan merah adalah Harun salah satu santri KH Hasyim Asy’ari di Pondok Tebu Ireng.
“Ulama ulama di Indonesia seperti Mbah Wahab Hasbullah mengajarkan bagaimana agama dan negara bisa disatukan. Sehingga ulama menjadi bagian dari perjuangan bangsa. Berbeda dengan negara lain. Sedangkan ulama di negara lain tidak punya pengaruh di tengah rakyatnya,” kata Kiai Said.
Penghargaan sebagai pahlawan nasional terhadap KH Wahab Hasbullah, oleh pemerintah yang diserahkan oleh Presiden Joko Widodo membuat bangga para ulama dan warga NU.(jos/nif/ipg)