Sabtu, 23 November 2024

Tradisi Corat Coret Seragam Ada Sejak Lama

Laporan oleh Desy Kurnia
Bagikan

Tradisi corat-coret seragam sekolah yang dilakukan oleh para pelajar tingkat SMA Sederajat usai pengumuman kelulusan Ujian Nasional (UN) , kini seolah menjadi budaya yang terus-menerus dilestarikan dihampir seluruh pelosok Tanah Air. Bahkan kabarnya saat ini tradisi tersebut telah menurun di kalangan siswa SMP dan SD.

Beberapa kalangan menilai tradisi corat-coret seragam mencerminkan pelajar kita yang kini penuh dengan sifat hura-hura dan apatis terhadap orang lain. Daripada dicorat-coret, alangkah baiknya jika seragam disumbangkan kepada adik kelas atau mereka yang lebih membutuhkan.

Selepas itu, euforia kelulusan biasnya dibarengi dengan konvoi di jalan raya, yang biasanya mengganggu pengguna jalan lain dan menciptakan sejumlah pelanggaran lalu lintas.

Namun, bagi sebagian orang, sangat wajar jika pelajar yang lulus melepaskan ekspresi kegembiraannya. Kerja keras mereka berbulan-bulan untuk fokus belajar, ikut bimbingan, istiqosah hingga diumumkan lulus merupakan sebuah perjuangan yang terbilang luar biasa.

Bagong, Sosiolog FISIP Unair pada suarasurabaya.net mengatakan bahwa wajar jika pelajar melakukan euforia kelulusannya. “Hal itu jangan dilarang dan pasti tidak bisa kalau dilarang karena mereka adalah anak muda yang sedang melewati masa transisi dan cenderung ingin berkespresi dengan melampiaskan kegembiraan,” kata dia.

Ia menambahkan harusnya yang dilakukan oleh pihak terkait seperti sekolah, orang tua dan kepolisian bukan menghadang atau menghalangi ekspresi mereka tapi mengalihkan atau menyalurkan dalam bentuk lain seperti mengadakan kegiatan pentas seni, bakti sosial dan lain sebagainya.

“Jangan anak itu disuruh diam di rumah menunggu pengumuman dan diam saja. Itu Justru tidak baik bagi perkembangannya,” terang Bagong.

Jika ada beberapa masyarakat yang kontra dengan aksi pelajar tersebut itu wajar karena ditakutkan pelajar akan kebablasan dan terjerumus pada tindakan yang melanggar hukum atau membahayakan dirinya sendiri. “Perilaku kerumunan itu rawan disalahgunakan, dalam arti ketika sejumlah pelajar berkumpul bersama, risiko mereka terjerumus itu sangat besar,” paparnya.

Terkait tradisi corat-coret sendiri, menurut Bagong hal itu sudah ada sejak lama dan menjadi budaya tersendiri di kalangan pelajar.

“Saya kira suda ada sejak lama, bahkan jaman saya pun sudah banyak pelajar corat-coret seragam, ya mungkin sejak 30 tahun lalu. Penyebabnya ya masih terkait dengan masa transisi anak muda itu, dari yang belum memilih beban besar menuju usia dewasa yang memiliki banyak pertimbangan,” pungkasnya. (ain/ipg)

Teks Foto:
– Aksi corat coret saat kelulusan SMA di Surabaya beberapa tahun lalu.
Foto: Dok. suarasurabaya.net

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
34o
Kurs