Pemasangan videotron di Surabaya saat ini sudah mulai mewabah. Tapi jangan sampai Kota Surabaya menjadi hutan videotron karena pemasangan yang terlalu membabi buta.
Gatot Indarto Ketua Umum Perhimpunan Usaha Reklame Indonesia (Puri) Jawa Timur pada Radio Suara Surabaya mengatakan, kelihatannya semakin ke depan populasi pemasangan videotron akan semakin bertambah.
“Saya ambil contoh di Boulevard, kita lihat dulu videotronnya single apa paket. Kalau single dampak pada pengguna jalan yang bisa memecah konsentrasi, tapi kalau masuk paket kasihan juga pada pemasang iklan karena konsentrasi orang yang melihat akan terpecah dan tidak fokus pada satu iklan,” kata dia.
Pemasangan videotron di jalur hijau, lanjut dia, juga tidak bisa sembarangan karena ada Peraturan Walikota (Perwali) yang mengatur. Misalnya pemasangan videotron tidak jauh dari traffic light.
Terkait demand para pemasang videotron sudah banyak apa belum, kata dia, sejauh ini masih kurang. Karena billboard atau reklame insidentil masih banyak dipasang. Namun tidak menutup kemungkinan beberapa saat lagi videotron akan jadi trend.
“Trendnya lebih up to date meskipun kita masih ketinggalan dari Malaysia dan Singapura terkait pemasangan videotron ini,” ujar dia.
Namun kelebihannya, kata dia, untuk pemasangan videotron di luar negeri penempatannya lebih bagus dan tidak membabi buta. Pemerintah harus mempertimbangkan estetika dan keselamatan pengguna jalan.
“Misalnya pemerintah harus melakukan seleksi apakah pemasangan videotron itu berbahaya atau tidak, nyala selama 24 jam atau tidak,” katanya.
Dalam hal ini, tambah dia, pemerintah kota harus mengkaji ulang tentang pemasangan videotron. Meskipun nantinya masyarakat juga akan senang jika Surabaya menjadi gemerlap dengan banyaknya videotron yang dipasang. (dwi/ipg)