Sabtu, 23 November 2024

Supersemar, Surat Perintah yang Masih Samar

Laporan oleh Fatkhurohman Taufik
Bagikan

Tepat 48 tahun silam, sebuah surat perintah ditandatangani Soekarno, Presiden Pertama RI. Saat itu, Soekarno yang ada di Istana Bogor didatangi tiga perwira tinggi Angkatan Darat berpangkat Brigadir Jenderal, ada yang menyebut empat orang Brigadir Jenderal yang saat itu datang.

Kedatangan para Jenderal Angkatan Darat ini untuk menyerahkan sebuah surat dari Mayor Jenderal Soeharto, Panglima Angkatan Darat. Surat inilah yang lantas ditandatangani Soekarno dan dikenal sebagai Supersemar (Soekarno lebih suka menyebut sebagai SP 11 Maret) atau Surat Perintah 11 Maret 1966.

Versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah, Supersemar berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.

Sebagian kalangan sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar. Hingga saat ini perdebatan keaslian Supersemar masih banyak diperdebatkan.

Yang pasti, Supersemar keluar sesaat setelah Soekarno melantik kabinet Dwikora yang disempurnakan dan dikenal sebagai kabinet 100 menteri. Saat pelantikan itu, Brigjen Sabur, panglima pengawal presiden melaporkan ke Soekarno, ada banyak pasukan liar, belakangan diketahui adalah pasukan Kostrad, yang bertugas menahan orang-orang di kabinet yang diduga terlibat Gerakan 30 September PKI.

Berdasarkan laporan itu, Soekarno lantas dibawa ke Istana Bogor untuk pengamanan. Tak berapa lama, Soeharto lantas mengutus tiga Jenderal untuk menyusul ke Istana Bogor sambil membawa surat yang harus ditandatangani oleh Soekarno.

Menurut Wikipedia, saat ini ada beberapa versi Supersemar, diantaranya adalah versi Angkatan Darat serta Supersemar versi lain. Keduanya sebenarnya hampir mirip. Yang membedakan adalah di poin ke-tiga.

Dalam versi Angkatan Darat disebutkan jika Letnan Jenderal Soeharto, Menteri Panglima Angkatan Darat untuk dan atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi :

1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.

2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan panglima-panglima angkatan lain dengan sebaik-baiknya.

3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut-paut dalam tugas dan tanggung jawab seperti tersebut di atas.

Sedangkan dalam versi lain, Superseman diberikan kepada Letnan Jenderal Soeharto, Menteri Panglima Angkatan Darat untuk :

1. Mengadakan koordinasi dengan panglima-panglima angkatan lain untuk pengamanan jalannya pemerintahan.

2. Mengambil tindakan pengamanan untuk menjamin keselamatan pribadi dan wibawa Presiden.

3. Mengambil tindakan pengamanan untuk melestarikan ajaran Presiden.

4. supaya melaporkan segala sesuatu yang bersankut-paut dalam tugas dan tanggung jawab seperti tersebut di atas kepada Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS.

Untuk mencari keaslian Supersemar, Badan Arsip Nasional sempat berusaha membujuk satu-satunya saksi sejarah yang saat itu masih hidup yaitu M Jusuf (salah satu jenderal yang diperintah Soeharto menemui Soekarno). Sayang hingga akhir hayatnya yaitu 8 September 2004, M Yusuf tak juga menyerahkan naskah asli yang diklaim berada di tangannya itu.

Beberapa sejarawan mengatakan, Supersemar adalah salah satu dari sekian sejarah Indonesia yang hingga kini masih gelap. (fik/ipg)

Teks Foto :
– Dua versi Supersemar.
Foto : Wikipedia

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs