Saat ini sekolah sudah mulai tergeser dengan Google, terbukti banyak orang-orang besar itu tidak pintar tidak hanya lewat sekolah saja.
Prof. Dr. Daniel M. Rosyid Phd., Penasehat Dewan Penidikan Jawa Timur pada Radio Suara Surabaya, Jumat (2/5/2014) mengatakan, internet sudah mengubah semuanya. Porsi learning harus diperbesar daripada studying misalnya perpustakaan dan akses internet harus diperbanyak.
“Sekolah kadang membuat standarisasi yang berlebihan dan ini yang merusak masa depan anak,” kata dia.
Dr. Daniel menjelaskan, sekolah terlalu monopoli bagi pendidikan sehingga semua tanggung jawab pendidikan diserahkan sepenuhnya di sekolah.
“Kita harus mulai mengembangkan jejaring belajar. Mereka akan menemukan kurikulum sendiri, memilih waktunya sendiri dan kembangkan learning society,” ujar dia.
Saat ini, lanjut dia, kita cenderung mereduksi pendidikan itu dari bagian masalah kita. Pendidikan itu esensinya belajar dan tidak hanya di sekolah. Kalau kita tidak sekolah seakan-akan kita tidak menjalani pendidikan. Sekolah itu hanya bagian kecil dari pendidikan. Tapi kalau kita membuat riwayat pendidikan kita selalu menulis sekolah dan universitas.
“Membantu ibu bekerja di rumah itu tidak dianggap pendidikan. Sekarang ini visi sekolah itu harus diubah,” katanya.
Pemerintah cenderung menempatkan orang tua atau masyarakat sibuk dengan urusan sekolah. Sementara penguatan pendidikan di luar sekolah sangat kurang. Penting bagi anak untuk memahami bahwa keterampilan hidup termasuk mengerti tentang urusan keluarga itu jauh lebih penting bagi anak.
“Membantu keluarga agar bisa menjalankan fungsinya dengan bagus akan sangat banyak membantu pendidikan anak,” tambah dia. (dwi/ipg)