Sabtu, 23 November 2024

Potensi Gempa Dari Lempeng Samudra Masih Dikaji

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan

Gempa bumi tektonik berkekuatan 6,5 skala Richter pada Sabtu 25 Januari 2014 pukul 12.14.20 WIB, dan dua hari kemudian yaitu Senin 27 Januari pukul 23.14.02 WIB dengan kekuatan 5,3 SR adalah gempa yang bersumber dari lempeng samudra.

Terjadi penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia sehingga menyebabkan gempa tersebut.

Pusat gempa yang terjadi pada 25 Januari itu, berada di posisi 8.48 Lintang Selatan (LS) – 109.17 Bujur Timur (BT), atau 104 kilometer barat daya Kebumen, Jawa Tengah, dengan kedalaman 48 kilometer. Sedangkan gempa 27 Januari berada di posisi 8.16 LS – 109.26 BT, atau 68 kilometer barat daya Kebumen, pada kedalaman 33 kilometer.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kemudian merevisi kekuatan gempa 25 Januari itu menjadi 6,3 SR, dan kedalaman pusat gempa menjadi 80 kilometer. Sedangkan koordinat pusat gempa tidak jauh berubah.

Potensi gempa dari lempeng samudra masih terus dikaji para ahli. Kajian itu di antaranya di Indonesia, para ahli selama ini meneliti pergeseran lempeng Indo-Australia dan Eurasia.

BMKG mencatat gempa yang terjadi di barat daya Kebumen tersebut berada di zona subduksi atau tumnbukan lempeng Eurasia dan Indo-Australia. Dibanding gempa Yogyakarta pada 27 Mei 2006 dengan kekuatan 6,2 SR, gempa Kebumen 25 Januari 2014 kekuatannya memang lebih tinggi.

Namun, gempa Kebumen itu daya rusaknya jauh lebih rendah dibanding gempa Yogyakarta tersebut. Gempa Yogyakarta menewaskan 6.000 orang lebih, serta banyak bangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah rusak parah, bahkan tidak sedikit yang rata dengan tanah.

Menurut Suharjono Pelaksana Tugas Deputi Geofisika BMKG, pusat gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 berada di punggung lempeng bumi, sehingga daya rusaknya jauh lebih besar dibanding gempa Kebumen. Namun, getaran gempa Kebumen pada zona subduksi berdampak lebih luas, sehingga bisa dirasakan di Jakarta.

Kalangan pakar mengatakan penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia selama ini terus terjadi sampai sekarang. Dari penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia, terjadi pergeseran rata-rata tujuh sentimeter setiap tahun. Jika batuan pada lempeng Eurasia kuat menahan, terkumpul energi besar. Apabila suatu saat tak kuat menahan, energi tersebut lepas, dan menjadi sumber kekuatan gempa.

Samudra Hindia, termasuk laut selatan Jawa, menurut para pakar merupakan kawasan rawan terjadi tsunami. Akibat gempa tektonik berkekuatan 6,8 SR di laut selatan Jawa pada 17 Juli 2006 pukul 15.19.73 WIB, terjadi tsunami yang melanda pantai selatan itu.

Tsunami terjadi pada pukul 15.39.45 WIB, atau sekitar 20 menit setelah gempa. Ketinggian gelombang tsunami bervariasi antara satu hingga 3,5 meter, dan rambahan 75 – 500 meter. Pusat gempa saat itu berada di koordinat 9.295 LS – 107.347 BT pada kedalaman delapan kilometer.

Koordinat 9.295 LS – 107.347 BT tersebut berada dekat dengan pusat gempa Tasikmalaya, beberapa tahun lalu, di koordinat 8.24 LS – 107.32 BT, dengan kedalaman 30 kilometer.

Seperti dilansir Antara, berdasarkan hasil survei lapangan setelah terjadi gempa tektonik berkekuatan 6,8 SR di laut selatan Jawa pada 17 Juli 2006 pukul 15.19.73 WIB, yang kemudian terjadi tsunami, terekam data tsunami melanda beberapa lokasi di sepanjang pantai selatan itu.

Oleh karena itu, BMKG selalu mengingatkan warga pantai selatan Jawa agar selalu waspada terhadap kemungkinan terjadi gempa di Samudra Hindia dengan kekuatan besar dan pusat gempa dangkal, karena berpotensi menyebabkan tsunami.

Sementara itu, usai terjadi gempa di laut selatan Jawa Barat, Rabu 2 September 2009 pukul 14.55 WIB, yang pusat gempanya di 104 km barat daya Tasikmalaya, BMKG sempat mengeluarkan peringatan dini bahaya tsunami. Namun, setengah jam kemudian BMKG mencabut peringatan dini itu, karena tidak terjadi tsunami.

Gerak Sesar Naik

Dari analisa terhadap gempa tektonik berkekuatan 6,8 SR di laut selatan Jawa pada 17 Juli 2006 pukul 15.19.73 WIB yang kemudian terjadi tsunami, berdasarkan posisi pusat gempa saat itu, dan kedalaman serta mekanisme fokal, diperkirakan telah terjadi mekanisme gerak sesar naik di dasar samudra dengan patahan berarah U 270 derajat – 300 derajat T, dan kemiringan sekitar 7 derajat ke utara.

Patahan tersebut kemungkinan besar berhubungan dengan pergerakan dan runtuhan dari prisma akresi yang dipicu oleh penunjaman lempeng Indo-Australia. Patahan itu menyebabkan terjadinya dislokasi masa batuan, yang kemudian mendorong sejumlah besar volume air laut, sehingga membentuk gelombang pasang yang bergerak secara radikal menjauhi pusat gempa.

Berdasarkan hasil pengukuran ketinggian dan rambahan tsunami di beberapa lokasi, terlihat kecenderungan terjadi penguatan amplitudo (atenuasi) gelombang tsunami di teluk-teluk yang langsung menghadap laut lepas.

Keberadaan paparan pantai dengan kedalaman air relatif dangkal kemungkinan menyebabkan pecahnya gelombang tsunami pada saat menghantam pantai, sehingga menimbulkan kerusakan parah sampai radius 100 – 300 meter dari titik pasang tertinggi.

Rekaman data lapangan di sepanjang wilayah bencana menunjukkan pantai Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat terlanda tsunami paling berat. Pantai Pangandaran bagian barat relatif mengalami kerusakan lebih parah akibat terjangan gelombang pasang, jika dibandingkan Pantai Pangandaran bagian timur. Keberadaan Semenanjung Pananjung relatif melindungi Pantai Pangandaran bagian timur dari terjangan gelombang pasang.

Pada saat kejadian, gelombang pasang yang menghantam Semenanjung Pananjung dipantulkan, sehingga bergerak menuju Pantai Pangandaran bagian barat dengan ketinggian sekitar dua meter pada jarak sekitar 200 meter dari garis pantai.

Berdasarkan data ketinggian dan rambahan tsunami, diharapkan ada interpretasi tentang zona-zona rawan, dan ini sebagai masukan bagi penataan kembali tata ruang di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa.

Kalangan pakar geologi menyebutkan semua kawasan di sepanjang pantai barat Sumatera hingga pantai selatan Jawa sampai pantai selatan Nusa Tenggara berpotensi terjadi gempa, karena terletak di tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Namun, masing-masing lokasi di kawasan itu memiliki zona gempa sendiri-sendiri yang tidak saling terkait antara zona satu dengan zona lainnya.(ant/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
31o
Kurs