Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi mulai ditanggapi beragam oleh kalangan pengusaha transportasi. Sebagian besar memilih apatis dan memilih jalan pintas untuk mogok beroperasi, namun ada juga yang masih sedikit optimistis kenaikan BBM bersubsidi adalah upaya pemerintah untuk lebih menyejahterakan rakyat.
Azas Tigor Nainggolan salah satu pengusaha Metromini di Jakarta, tidak keberatan jika harga BBM bersubsidi dinaikkan, asalkan pemerintah memberi insentif sebagai kompensasi kenaikan tersebut.
“Kami ingin pemerintah memberi insentif berupa penghapusan pajak agar nantinya harga spare part tidak tinggi. Selain itu juga, kalau bisa dibebaskan dari biaya perizinan rutin,” kata Tigor yang dilansir Antara, Selasa (18/11/2014).
Tigor menjelaskan, jika insentif tersebut diberikan, maka akan meringankan biaya perawatan angkutan umum sebesar 20 persen dari biaya operasional yang mampu menutupi biaya untuk pengadaan BBM. Solusi antisipasi kenaikan harga BBM bersubsidi selain insentif dari pemerintah, adalah menaikkan tarif angkutan umum.
“Angkutan bus kota ekonomi dinaikkan dari Rp3.000 menjadi Rp4.500 hingga Rp5.000. Dengan demikian, usaha Metromini tetap bertahan,” katanya.
Jika tarif itu tidak disetujui dan insentif lain tidak diberikan oleh pemerintah kepada angkutan umum, lanjutnya, maka imbasnya adalah pengusaha angkutan umum tidak bisa beroperasi lagi.
“Saya dan teman-teman pengusaha angkutan umum lainnya yang tergabung dalam Organda mulai besok Rabu (19/11/2014) sepakat untuk berhenti beroperasi,” kata Tigor.(ant/ono/fik)