Pengguna Facebook di Thailand pada Rabu (29/5/2014) mengungkapkan kekhawatiran saat Kementerian Informasi, Komunikasi dan Teknologi (ICT) memblokir akses media sosial tersebut atas permintaan militer, namun junta Thailand menyatakan penutupan sementara itu merupakan masalah teknis.
Tweet, surat elektronik, dan lalu lintas media penerima pesan ramai karena pengguna, yang kebingungan, berupaya mencari tahu yang terjadi pada Facebook, laman yang digunakan jutaan warga Thailand, namun tidak bisa diakses selama sekitar 30 menit pada siang hari.
Seorang pejabat senior di kementerian tersebut mengkonfirmasikan bahwa laman itu diblokir untuk mencegah penyebaran kritik terhadap militer setelah kudeta pada 22 Mei 2014.
“Kami telah memblokir Facebook untuk sementara dan besok kami akan menggelar pertemuan dengan media sosial lain seperti Twitter dan Instagram, untuk meminta kerja sama mereka,” kata Surachai Srisaracam sekretaris tetap Kementerian Informasi, Komunikasi dan Teknologi, kepada Reuters yang dipantau Antara.
“Sekarang ini ada kampanye untuk meminta warga melakukan unjuk rasa menentang militer sehingga kami perlu meminta kerja sama dari media sosial untuk membantu kami menghentikan penyebaran pesan-pesan kritik mengenai kudeta,” katanya.
Beberapa unjuk rasa kecil terjadi setiap hari menentang rezim militer, sebagian besar diorganisir lewat media sosial dan menjadi ujian bagi militer yang tengah menancapkan pengaruhnya pada media dan membatasi perselisihan paham.
Junta melarang warga untuk berkumpul, memberlakukan jam malam, menahan sejumlah pegiat dan politisi serta meminta media cetak dan televisi untuk tidak membuat laporan yang bersifat mengkritik militer.
Saluran televisi asing seperti CNN, BBC, dan Al Jazeera sudah diblokir.
Protes-protes kecil dan singkat terjadi di Bangkok serta wilayah utara dan timur laut yang menjadi basis pemerintahan terguling. Militer juga memperingatkan rakyat untuk tidak menyebarkan hal-hal yang dinilai merupakan bahan provokatif di media sosial.
Saat Facebook kembali bisa diakses, pejabat militer segera muncul di saluran televisi untuk meyakinkan publik bahwa laman itu tidak diblokir dan operasinya akan kembali normal.
“Kami tidak ada kebijakan untuk memblokir Facebook dan kami telah menugaskan kementerian ICT untuk membentuk komite untuk mengikuti media sosial dan menyelidiki serta memecahkan masala ini,” kata Sirichan Ngathong juru bicara dewan militer.
“Ada beberapa masalah teknis dengan jaringan internet,” katanya seraya menambahkan bahwa pihak berwenang bekerja sama dengan penyedia layanan internet untuk mengatasi masalah ini segera.
Saluran kementerian ICT dibanjiri telepon, sementara Twitter, WhatsApp dan LINE dibanjiri pesan-pesan.
Seorang polisi ditengah-tengah aksi unjuk rasa di kota Bangkok mengunggah foto “selfie” lewat telepon genggamnya dan mengatakan ia tidak yakin pemerintah akan bertindak sejauh itu dengan menutup laman-laman media sosial.” Kenapa mereka harus memblokir Facebook?,” katanya. “Itu akan jadi satu kegilaan.”
Namun seorang pekerja mengatakan terlalu banyak perkataan pedas terlontar di media sosial dan pemblokiran media itu tidak akan merugikan.
“Jika mereka memblokir Facebook, itu bagus. Terlalu banyak informasi dan kebencian dilontarkan di media sosial,” kata Jay Javantee, seorang warga yang tengah melintasi wilayah Monumen Kemenangan yang sibuk di Bangkok. (ant/dwi/rst)