Bisnis rokok selama bertahun-tahun jadi ladang uang yang menggiurkan. Tak heran, karena menurut data World Health Organization (WHO), Indonesia adalah negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India.
Prevalensi perokok aktif di atas usia 15 tahun pada tahun 2010 mencapai 34,7%. Inilah yang juga menyebabkan pundi-pundi uang pemilik industri rokok meningkat tiap tahunnya. Bahkan Budi Hartono dan Michael Hartono, kakak beradik pemilik industri rokok Djarum telah 5 kali berturut-turut dinobatkan Forbes jadi manusia terkaya di Indonesia.
Pada tahun 2011, Forbes mencatat kekayaan bersih Hartono bersaudara ini mencapai US$14 miliar atau setara Rp126 triliun. Pada tahun 2013, boss Djarum ini meningkat kekayaannya jadi US$15 miliar.
Pengusaha rokok lainnya yang juga berjaya di daftar orang terkaya di Indonesia adalah Susilo Wonowidjojo pemilik pabrik rokok Gudang Garam. Pada 2011 dia berhasil menghimpun pundi kekayaan US$10,5 miliar atau setara Rp94,5 triliun. Tapi pada tahun 2013, peringkatnya melorot ke posisi ke-4. Kekayaannya pun menyusut signifikan menjadi hanya US$5,3 miliar.
Selain dua taipan tersebut, ada juga seorang saudagar rokok yang pernah berkibar di bisnis rokok. Dia adalah Putera Sampoerna. Pada tahun 2008 saat masih menguasai pabrik rokok H.M Sampoerna, Globe Magazine mencatat dia membukukan kekayaan US$3,4 miliar atau sekitar RP34 triliun.
Setelah dibeli Philip Morris, keluarga Putera Sampoerna bergerak di sektor property dan telekomunikasi. Kekayaannya pada tahun 2013 menurut Forbes menyusut menjadi US$2,1 miliar.
Kekayaan para taipan rokok ini lumrah dipahami karena belanja rokok orang Indonesia cukup besar. Di Jawa Timur saja pada tahun 2013, berdasarkan data Badan Litbang Kementerian Kesehatan, uang belanja rokok mencapai Rp29,2 triliun.(edy)