Giyanto pengajar SMKN Perkapalan, di Jl. Jenggolo, Sidoarjo, mengatakan bahwa orang tua wajib mengingatkan putera-puterinya terkait keuntungan dan kerugian membawa kendaraan pribadi, seperti mobil dan sepeda motor ke sekolah.
“Justru sekarang ini, yang saya tahu, orang tua malah memberikan hadiah mobil atau sepeda motor saat anaknya berhasil masuk sekolah negeri atau yang sesuai pilihannya. Kalau seperti itu, yang terjadi anak-anak itu akan merasa membawa kendaraan pribadi ke sekolah itu harus,” kata Giyanto.
Padahal selain kemacetan di jalan, membawa kendaraan pribadi ke sekolah, akan membuat persoalan baru bagi sekolah. “Sekolah butuh lahan parkir lebih luas. Kalau punya lahan mungkin tidak masalah, kalau tidak ada lahan? Itu persoalan,” ujar Giyanto.
Yang lebih penting dari itu, lanjut Giyanto, sejatinya sekolah sudah melakukan antisipasi terkait dengan penggunaan kendaraan pribadi ke sekolah bagi siswa-siswinya. Tetapi seringkali justru orangtua tidak memberikan pemahaman tentang keuntungan dan kerugian menggunakan kendaraan pribadi tersebut ke sekolah.
Bagaimana dengan bus sekolah? Giyanto melihat bahwa layanan bus sekolah oleh pemerintah tidak digarap secara tuntas sehingga sifatnya hanya seremonial semata, dan tidak memberikan manfaat bagi para pelajar sendiri.
“Bus sekolah tidak digarap serius oleh pemerintah. Percuma dan sia-sia, justru malah terkesan buang-buang uang. Orang tua tetap memegang peran penting menimbulkan kesadaran bagi siswa terkait penggunaan kendaraan pribadi ke sekolah,” papar Giyanto.
Sampai saat ini, di SMKN Perkapalan, Sidoarjo yang memiliki total lahan seluas sekitar 4,5 hektare, dilengkapi lahan parkir kendaraan roda dua yang terus bertambah dari tahun ketahun. “Untungnya sekolah kami punya lahan yang cukup luas. Namun begitu, sekolah tetap melarang siswa menggunakan mobil ke sekolah,” pungkas Giyanto, Sabtu (11/1/2014).(tok/ipg)