Hari musik nasional yang jatuh pada 9 Maret menjadi hari dimana musisi Indonesia bergembira. Namun masih banyak musisi yang merasa berjuang sendiri dan masih belum ada peran dari pemerintah.
“Kita apresiasi keputusan Presiden yang menetapkan 9 Maret sebagai Hari Musik Nasional. Musik bukan hanya sekedar produk kreatif tapi juga alat perjuangan,” kata Ahmad Syah Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dam Budaya pada Radio Suara Surabaya.
Kata Ahmad Syah, dari sudut ekonomi kreatif ini menjadi sudut pandang yang bisa membuka lapangan kerja dan mensejahterakan masyarakat Indonesia.” Posisi kami selalu mendorong musik menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan musik kita menjadi sejajar dengan musik-musik negara Asean,” ujar dia.
Ahmad Syah menjelaskan, berkaca dari Java Jazz musisi Indonesia tidak kalah dengan musisi luar negeri dan ini sesuatu yang menggembirakan.” Masalahnya sekarang bagaimana membuat jejaring yang lebih kuat. Kita memerlukan tiga unsur yakni pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Inilah yang menjadi tantangan kita,” katanya.
Connectifitas dan jejaring yang ada saat ini belum sekuat dan seefektif di negara luar. Kata dia, musisi merasa berjuang sendiri dan mana peran pemerintah?” Kita mengapresiasi yang berjuang sendiri, jadi kita akan dukung mereka yang berjuang. Karena tanpa mereka mengawali berjuang sendiri mereka tidak akan punya basis komunitas yang kuat,” ujarnya.
Pemerintah hanya akan memfasilitasi dan mendorong kemudahan mereka berekspresi. Jadi sangat bagus jika para musisi mengawali dengan berjuang dan membangun komunitasnya sendiri.
Sementara untuk musisi daerah, kata dia, pemerintah harus melihat lingkupnya. Ada pemerintah daerah yang juga harus berperan dan bertanggungjawab pada keberadaan musisi daerah karena yang paling bersentuhan langsung dengan musisi daerah.
“Kita bekerjasama dengan Kemendikbud untuk mengadakan festival musik nusantara. Kita juga promokan musik asli Indonesia di event-event internasional,” kata dia.
Untuk perlindungan hasil karya intelektual, kata Ahmad, saat ini Kemenparekraf dan DPR sedang merevisi UU kekayaan hak intelektual. (dwi/rst)