Musyafak Rouf Mantan Wakil Ketua DPRD Surabaya bersama rekan-rekannya, Kamis (24/4/2014) siang mendatangi Polrestabes Surabaya. Kedatangan Musyafak, untuk mempertanyakan kejelasan dan perkembangan kasus Bimtek DPRD Surabaya. Namun kedatangannya ke Polrestabes, tidak mendapatkan penjelasan yang memuaskan.
“Kami datang ke Polrestabes, karena tanya pemeriksaan kasus Bimtek, yang sampai saat ini masih belum jelas. Padahal kasus ini, sudah terkuak pada tahun 2010 lalu,” kata Musyafak kepada wartawan, Kamis (24/4/2014).
Saat ditanya maksud kedatangannya ke Polrestabes, dia juga menjelaskan, dari beberapa informasi bahwa kasus Bimtek ini terhambat pada pemeriksaan oleh badan pemeriksa keuangan (BPK). Karena itu, pihaknya datang menanyakan nomor surat pengajuan ke BPK. Namun dari penyidik tidak memberikan. Tetapi penyidik telah menyakinkan, jika sudah mengirim ke BPK.
“Kalau tidak dapat dari penyidik, maka kami akan tanya ke BPK perwakilan Jatim yang di Juanda. Ini saya lakukan, karena banyak kasus korupsi di Jatim digantung tidak ada ujung pangkalnya, namun tahu-tahu sudah tenggelam,” kata Musyafak saat keluar dari gedung reskrim Polrestabes Surabaya.
Dia juga mengatakan, dengan adanya kasus ini, maka masyarakat menjadi tahu, bahwa mengambil uang negara bisa dilakukan dengan kegiatan formal.
Dengan mengubah data dan syarat yang ada, sehingga bisa meraup keuntungan. “Banyak cara bisa dilakukan untuk mengambil uang negara, baik melalui kegiatan resmi atau tidak. Dan ini bisa jadi bahan pelajaran bagi masyarakat,” tegasnya.
Sebelumnya dalam kasus Bimtek ini, penyidik Polrestabes Surabaya masih menunggu hasil audit kerugian negara dari BPK. Dan pengajuan surat ke BPK enam kali lebih tapi sampai saat ini belum menerima hasil audit untuk dapat mempercepat proses penyidikan.
Sekadar diketahui, kasus yang menyeret nama mantan ketua DPRD kota Surabaya Wishnu Wardhana, mencuat sejak tahun 2010. Namun hingga saat ini, pihak kepolisian belum dapat menuntaskan kasus yang merugikan uang negara tersebut.
Sedikitnya ada 10 kegiatan menggunakan dana Bimtek yang bersumber dari APBD Kota Surabaya diduga fiktif. Puluhan kegiatan tersebut tersebar di beberapa kota, di antaranya Surabaya, Jakarta, Bandung dan Bali.
Sedangkan alokasi dana yang dipergunakan untuk bimtek, kunker dan konsultasi dewan berkisar antara Rp 65 miliar hingga Rp 74 miliar per tahun. Kalkulasi kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 3,7 miliar. (wak/rst)