Puluhan warga yang mengatasnamakan Forum Penyelamat Demokrasi Gerakan Rakyat Bersatu, Kamis (14/8/2014), melakukan aksi di depan gedung DPRD Kota Surabaya, mengecam tindakan kekerasan terhadap aktivis yang dilakukan aparat keamanan saat terjadinya kericuhan di Dolly dan Jarak 27 Juli 2014 lalu.
Mereka menganggap, penanganan lapangan dengan mengerahkan kekuatan gabungan TNI-Polri selain Linmas dan Pol PP terkait penolakan warga terhadap pemasangan plakat ‘kampung bebas lokalisasi’ di kawasan Dollly dan Jarak 27 Juli 2014 lalu sangatlah berlebihan.
Ditambah perintah sapu bersih dan tindakan represif – anarkis yang ditujukan kepada warga sekitar yang tidak bersenjata, jumlahnya tidak lebih dari lima puluh orang.
Aksi yang dimulai pukul 11.30 WIB, dalam orasinya, pengunjuk rasa ini menyampaikan lima tuntutan, yakni;
– Mengecam dan mengutuk tindakan represif/kekerasan dalam penyelesaian kasus sosial di wilayah lokalisasi.
– Hentikan segala bentuk intimidasi maupun aktivitas yang menimbulkan keresahan dan ketidaknyamanan masyarakat lokalisasi Jarak-Dolly yang jelas-jelas melanggar Hak Asasi Manusia.
– Usut tuntas pihak-pihak yang terkait dalam peristiwa represif 27 Juli 2014.
– Menuntut penyelesaian yang persuasif dan tidak melanggar hak asasi manusia dalam penanganan persoalan sosial di wilayah lokalisasi.
– Bebaskan Pokemon dan delapan warga lain dari pasal kriminalisasi karena mereka bukan pelaku kejahatan.
Selain menyampaikan lima aspirasi, dalam orasinya saat berunjuk rasa di depan gedung DPRD Kota Surabaya, mereka menilai aksi represif yang dilakukan aparat dalam penanganan lokalisasi dianggap melanggar HAM. Dan semua persoalan itu, terjadi akibat keputusan Risma. Selain itu, anggaran pembangunan di kawasan Dolly dan Jarak perlu dipertanyakan, karena hingga saat ini semua aspek belum terselesaikan.
“Persoalan di lokalisasi adalah persoalan soasial yang seharusnya lebih mengedepankan pendekatan persuasif oleh pemerintah dan semua pihak. Bukan pendekatan militeristik yang represif dan intimidatif oleh aparat TNI-Polri,” kata Anisa, Divisi Hukum Front Pekerja Lokalisasi (FPL) saat ditemui wartawan, Kamis (14/8/2014).
Dia menambahkan, pihaknya juga akan terus melakukan aksi untuk menegakkan HAM terkait penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak, serta melakukan upaya politik. Pihaknya menilai ada yang keluar dari koridor undang-undang saat pelaksanaan lokalisasi Dolly dan Jarak.
“Penanganan dengan mengerahkan TNI-Polri terkait penolakan warga terhadap pemasangan plakat sangat berlebihan. Penyisiran di gang-gang kampung serta tindakan represif yang dilakukan aparat terhadap siapapun, termasuk anak-anak dan perempuan, telah berdampak pada kerugian materi dan non materi,” ujarnya.
Setelah melakukan aksi di depan DPRD Kota Surabaya, dan bertemu dengan perwakilan anggota Komisi C, puluhan massa melanjutkkan orasinya di depan Balaikota Surabaya, dengan tuntutan yang sama. Sekitar 160 personel dari Polrestabes Surabaya dan Polsek Jajaran diterjunkan untuk mengamankan jalannya aksi agar berlangsung tertib. (wak/ipg)
Teks Foto:
– Puluhan massa melakukan unjuk rasa di depan kantor DPRD Kota Surabaya.
Foto: Wakhid suarasurabaya.net