Komunikasi dan Koordinasi Internal Pemerintah yang lemah, dinilai sebagai penyebab timbulnya polemik RUU KUHP dan KUHAP. Demikian yang dikatakan oleh Sarifuddin Sudding ketua fraksi Partai Hanura dalam sebuah diskusi membahas RUU KUHAP dan KUHP di ruang fraksi, Rabu (5/3/2014).
Sebelumnya KPK minta pembahasan RUU KUHAP dan KUHP dihentikan karena dikhawatirkan akan melemahkan wewenang aparat hukum.
Pasal-pasal yang menurut KPK dapat mengurangi dan melemahkan pemberantasan korupsi adalah, dimasukannya sifat kejahatan luar biasa seperti korupsi, terorisme dan narkoba ke dalam buku dua KUHP. Hal ini diartikan sebagai pembubaran KPK, PPATK dan BNN serta lembaga-lembaga sejenis.
Selain itu, substansi materi RUU yaitu mengenai penyelidikan dan kewenangan penyadapan. Penyelidikan merupakan hal yang esensial, dan jika dihilangkan dari fungsi serta kewenangan KPK akan menyulitkan lembaga tersebut dalam melakukan upaya hukum yang cepat.
Kemudian beberapa delik seperti penyuapan atau gratifikasi yang diatur di dalam Undang Undang Korupsi, di dalam RUU dimasukkan dalam delik yang masuk di dalam kejahatan jabatan.
Proses penyidikan yang waktunya hanya diberikan waktu lima hari, akan menyulitkan penyidik menyingkap tabir kejahatan, dan juga soal penyitaan yang harus meminta ijin dari hakim atau pengadilan.
Sudding menjelaskan, koordinasi pemerintah terutama antar lembaga atau kementerian yang lemah berimplikasi pada tidak kondusifnya suasana masyarakat sehingga menimbulkan polemik dan kritis yang kurang baik dari berbagai pihak.
Menurut Sudding, bukti dari lemahnya komunikasi dan koordinasi itu diantaranya karena tidak sinkronnya beberapa pasal yang terdapat dalam RUU KUHP dengan UU Pidana yang sudah ada terutama yang menyangkut tentang teroris, korupsi dan suap.
Selain itu juga soal kewenangan penyelidikan yang dimiliki aparat penegak hukum.Sudding menyarankan, sebaiknya pemerintah dalam pengajuan suatu RUU perlu melakukan komunikasi dan koordinasi yang baik, sehingga hal ini tidak terulang lagi. Dengan demikian, pemerintah dan legislasi bisa lebih sinergi lagi. (faz/rst)