Tingkatkan penerimaan pajak, Kementerian Keuangan, Senin (8/9/2014) tandatangani nota kesepakatan bersama Pemerintah Kota Surabaya. Dilakukan di Balaikota Surabaya, penandatangan dilakukan sebagai bentuk saling tukar informasi di antaranya keduanya.
Pantauan suarasurabaya.net, setidaknya ada dua naskah perjanjian yang ditandatangani. Pertama, naskah bernomor KEP-199/PJ/2014 dan 415.4/4727/436.2.3/2014 yang ditandatangani oleh A. Fuad Rahmany, Dirjen Pajak Kemenkeu dan Tri Rismaharini, Walikota Surabaya.
Sedangkan naskah kedua yang lebih banyak memuat pelaksanaan upaya optimalisasi penerimaan pajak atau retribusi bernomor KEP-2111/WPJ.11/2014 dan 415.4/4728/436.2.3/2014. Nota tersebut diteken I Ken Dwijugiasteadi, Kakanwil Dirjen Pajak Jawa Timur serta Hendro Gunawan, Sekretaris Daerah Kota Surabaya.
Fuad Rahmany usai penandatanganan mengatakan tingkat kepatuhan wajib pajak di Tanah Air memang masih sangat minim. Berdasar data Kemenkeu, dari total 12 juta wajib pajak badan (non-perorangan) hanya 5 juta yang sudah menghasilkan laba usaha.
Dari jumlah tersebut, hanya 550 ribu atau 11 persen yang rutin melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak penghasilan. Sedangkan wajib pajak pribadi ditengarai sebanyak 30 juta orang tidak membayar pajak. “Kebanyakan wajib pajak yang termonitor berdalih usahanya merugi. Itu alasan klasik,” ujarnya.
Sejauh ini, mekanisme perhitungan pajak didasarkan pada self-assessment. Artinya, wajib pajak menghitung sendiri serta membayar sendiri pajaknya.
Dengan kata lain, semua bergantung pada tingkat kepercayaan terhadap wajib pajak. Masalahnya, dengan sistem seperti ini, Fuad mengatakan sudah terbukti hanya 10 sampai 20 persen yang benar-benar membayar pajak sesuai ketentuan. Oleh karenanya, data yang disampaikan perlu diuji dan diperiksa ulang.
Nah, untuk melakukan pemeriksaan tersebut bagi Kemenkeu bukan perkara gampang. Pasalnya, Kemenkeu harus memonitor sekian banyak potensi pajak di seluruh Indonesia ditengah keterbatasan tenaga.
“Makanya, kami berinisiatif bekerja sama dengan pemerintah daerah karena pemerintah daerah memiliki informasi tentang transaksi hotel, properti, restoran, dan sebagainya sehingga dengan itu bisa diuji kebenarannya. Harapannya, tingkat kepatuhan pembayaran pajak bisa naik,” terang Fuad.
Sementara itu, Tri Rismaharini, Walikota mengatakan esensi dari kerja sama ini adalah sharing data antara pemerintah daerah dengan Pemerintah Pusat.
Dengan sinergitas data yang terkoneksi, harapannya penerimaan pajak dan retribusi bisa lebih maksimal karena pengawasan terhadap wajib pajak lebih komprehensif.
Risma juga memanfaatkan momen ini untuk minta ke kementerian keuangan untuk menarik pajak-pajak perusahaan besar yang ada di Surabaya. Beberapa perusahaan terkemuka yang berbasis di Surabaya saat ini justru menyetor pajaknya ke Jakarta.
“Ini kan kurang adil, kita yang terkena dampak perusahaannya namun pajaknya lari ke Jakarta. Makanya, mulai Agustus ini perusahaan-perusahaan tersebut sudah bayar pajak di Surabaya,” katanya.
Dia melanjutkan, pemkot dalam hal ini berupaya membantu pemerintah pusat dalam hal optimalisasi penerimaan pajak. Menurut Risma, kerjasama ini dipandang sama-sama menguntungkan. Setoran pajak ke Pemerintah Pusat bisa lebih tinggi karena proses indentifikasi wajib pajaknya terbantu dengan data yang dimiliki pemkot.
Sedangkan, bagi pemkot, dengan meningkatnya setoran pajak ke pusat, harapannya juga berdampak pada bertambahnya dana perimbangan dari pemerintah pusat yang diberikan kepada Pemkot Surabaya. “Itu semua ada rumusnya. Semakin besar pajak yang disetorkan, maka dana perimbangan kepada pemerintah daerah juga bertambah,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Chatib Basri, Menkeu mengatakan, sharing data online sangat membantu kinerja Kemenkeu yang saat ini memang tengah menarget wajib pajak pribadi atau perorangan.
Chatib mengatakan, selama 40 tahun terakhir, sumber pajak terkonsentrasi pada perusahaan, utamanya yang bergerak di bidang pertambangan, energi dan perkebunan.
Sehubungan dengan turunnya harga komoditas energi dan pertambangan di pasaran, maka hal itu berdampak pada tingkat penerimaan sektor pajak. Menyadari hal tersebut, Kemenkeu mulai menggeser fokus sumber pajaknya pada wajib pajak perorangan yang selama ini sering luput dari pantauan.
“Area potensial wajib pajak pribadi paling banyak difokuskan pada daerah-daerah yang pertumbuhan ekonominya tinggi. Pertumbuhan ekonomi di Surabaya yang mencapai 7,56 persen memang sangat menjanjikan dan potensial,” kata dia.
Chatib menilai Surabaya sangat siap berpartner dengan Kemenkeu karena sistem yang diterapkan sudah layak dan memadai. Bahkan, Surabaya merupakan satu-satunya pemerintah kota di Indonesia yang menjalin kerjasama dengan Kemenkeu. Sedangkan skala pemerintah provinsi yang sudah bekerja sama dengan Kemenkeu yakni Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Bali.
Menurut dia, perihal pembayaran pajak bukanlah hal yang rumit. Yang perlu dilakukan hanyalah kroscek data. Dia mencontohkan, ada seorang yang mengaku pendapatannya tidak besar, namun ternyata dia punya lima apartemen dan tujuh mobil.
“Kalau dibandingkan dengan pembelian lima apartemen dan tujuh mobil itu tentu income-nya harus cukup dong. Nah, kalau income cukup berarti pajak harus bayar kan. Dengan begitu, kita akan bisa kejar penerimaan dari sektor pajak,” kata dia. (fik/ipg)