Kemarau diakui warga Kelurahan Made Kecamatan Sambikerep, Surabaya, adalah hal lumrah sebagai bagian dari pergantian musim yang sudah mereka hadapi sejak masih bayi. Kemarau hal lumrah yang selalu tiba. Tetapi kesulitan mendapatkan air, itu bisa jadi masalah luar biasa.
“Dari kecil, dari bayi, kemarau itu sudah terjadi. Kemarau seperti halnya musim hujan. Selalu terjadi, dan kami sudah terbiasa. Tapi kalau kesulitan mendapatkan air, itu bisa jadi persoalan dan menjadi masalah luar biasa,” terang Joko Sutaman warga RT 4 RW 1 Kelurahan Made Kecamatan Sambikerep.
Bagi Joko, kemarau adalah bagian dari kehidupan yang memang harus dijalani. “Dulu di sekitar desa kami ini ada dua telaga yang bisa dipakai warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk minum, memasak, mencuci, mandi. Sekarang tidak berfungsi lagi, dan kami berharap air PDAM mengalir lancar,” lanjut Joko.
Seiring perkembangan kawasan Kelurahan Made yang bersebelahan dengan sebuah real estate mewah di kawasan Surabaya Barat, maka keberadaan sumber air di kawasan itu lambat laun menjadi berkurang dan akhirnya hilang.
Sejak beberapa tahun lalu, lanjut Joko, masyarakat secara bergotong royong mulai membuat sumur bor untuk mengangkat air di kawasan yang memang tandus tersebut. “Dan saat kemarau keberadaan sumur bor sangat membantu kami,” kata Joko.
Ketika PDAM masuk Kekelurahan Made, masyarakat pun berharap kebutuhan air dapat terpenuhi dan tidak harus mengandalkan air dari sumur bor semata. “Tapi yang terjadi seperti itu. Air PDAM mengalir saat malam hari,” tegas Joko Sutaman pada suarasurabaya.net, Kamis (18/9/2014).(tok/ipg)