Diakui Yuliani pengurus Klenteng Hong San Ko Tee, perayaan pergantian tahun baru Imlek, tidak harus diidentikkan dengan pesta serta bermewah-mewah. Yang penting dan terutama kumpul bersama keluarga lalu bersantap bersama.
”Karena sejak dulu memang seperti itu. Tidak harus berpesta-pesta, atau bermewah-mewah. Setelah sembahyang di klenteng, pulang ke rumah, kumpul sama keluarga, biasanya dilanjutkan dengan makan bersama. Itu yang paling utama,” terang Yuliani.
Tradisi kumpul keluarga dan bersantap bersama saat Imlek merupakan bagian dari acara yang dilakukan turun temurun oleh keluarga-keluarga Tionghoa dimanapun berada ketika perayaan pergantian tahun baru Imlek digelar.
Ritual bersantap bersama, selalu ditandai hadirnya sederet sajian kuliner khas Imlek yang dari tahun ke tahun selalu mewarnai keluarga-keluarga Tionghoa. “Ada kue keranjang, jeruk, manisan, permen, dan sajian-sajian yang manis-manis,” tambah Yuliani.
Bing Yono, 52 tahun, warga Pengampon, Surabaya, kepada suarasurabaya.net membenarkan bahwa merayakan Imlek, bukan pesta dan bermewah-mewah yang utama. “Kumpul keluarga itu yang utama,” kata Bing.
Sajian yang serba manis, lanjut Bing, juga bagian dari tradisi Imlek yang tetap ada hingga saat ini. “Itu simbol agar ditahun baru nanti semuanya berjalan lancar, dan tidak ada yang pahit, semuanya manis-manis. Setelah sembahyang Imlek, memang kumpul-kumpul sambil makan,” pungkas Bing, Jumat (31/1/2014).(tok/ipg)
Teks foto:
– Kue keranjang satu diantara bagian dari tradisi Imlek.
Foto: reprofoodfestival