Bulan Ramadhan banyak masyarakat yang ingin menyajikan hidangan istimewa untuk menu buka atau sahurnya. Fenomena ini membuat harga daging sapi naik. Melihat permintaan yang tinggi muncul cara-cara licik dengan menjual daging celeng.
“Sekarang ini harga daging kan memang mahal dan sudah di luar kewajaran kenaikan harganya. Orang cenderung mencari jalan pintas dan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu salah satunya pemalsuan daging celeng seperti yang terjadi di Jakarta,” kata Dewo Broto Staf Teknis Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Mojokerto pada Radio Suara Surabaya.
Kejadian pemalsuan daging celeng di Jakarta itu, lanjut dia, karena memang pengiriman daging celeng atau babi hutan dari Sumatera itu memang memungkinkan untuk dilakukan.
Di Jawa Timur apakah sudah ditemukan kasus penjualan daging celeng di pasar-pasar?
“Kalau di Jawa Timur rata-rata memang tidak secara luas itu selama operasi pasar baik itu dari kepolisian, Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan, Dinas Peternakan dan Pertanian sementara ini belum pernah ditemukan pencampuran daging sapi dan daging celeng,” ujar dia.
Kasus apa yang pernah terungkap sehubungan penjualan daging di masyarakat?
“Kalau daging gelonggongan pernah kita temukan. Ada satu daerah di Surabaya ke barat pernah ditemukan daging gelonggongan yang sebelum ditemukan diisi air. Tujuannya untuk menambah berat badan, sebenarnya itu juga masuk daripada penipuan dan bisa dijerat pasal penipuan serta UU peternakan dan kesehatan hewan,” katanya.
Bagaimana masyarakat mengetahui daging celeng atau bukan? Dewo Broto menjelaskan, dari segi fisik daging celeng warnanya lebih pucat sedangkan warna daging sapi lebih merah matang.
“Kalau babi yang sudah dibudidayakan di masyarakat sedangkan kalau celeng itu yang babi hutan, makanannya juga liar dan tubuhnya juga tidak segemuk dengan babi yang dipelihara masyarakat jadi memang agak kurus,” tambah dia. (gk/dwi/ipg)