
Dengan disahkannya Raperda Perlindungan Pohon oleh DPRD Surabaya, Jumat (22/8/2014) ini, maka warga Kota Surabaya tidak bisa lagi sembarangan menebang pohon, terutama yang ada di daerah milik jalan. Dalam raperda ini, diatur adanya sanksi penggantian pohon yang dirusak atau ditebang minimal 10 batang dengan spesifikasi diameter minimal sama pada lokasi berdekatan dengan pohon yang ditebang atau dirusak.
M. Mahmud Ketua DPRD Surabaya mengatakan Raperda ini mengisi kekosongan hukum perlindungan pohon setelah Perda sebelumnya yang mengatur tentang sanksi denda, dianulir dengan pemberlakuan UU nomor 27 tahun 2009 tentang Retribusi dan Pajak Daerah. “Undang-undang itu melarang pemberlakuan retribusi diluar yang sudah ditentukan,” kata Mahmud.
Akibatnya, mulai 2011 hingga tahun ini, tidak ada perangkat hukum daerah yang khusus melindungi pohon-pohon di Surabaya. Perlindungan pohon di Surabaya diatur di sejumlah perda, diantaranya Perda Reklame yang melarang pemasangan baliho atau banner dipaku di pohon. Tapi para pemasang baliho biasanya menyiasati dengan menempelkan dan mengikatnya dengan kawat pada pohon.
Dalam Reperda perlindungan pohon ini, pelarangan pemasangan baliho pada pohon diperketat. Tidak boleh lagi ada pemasangan baliho iklan, baik menempelkannya dengan kawat apalagi memakunya. “Harus terpisah dengan pohon,” tegas Mahmud.
Kata Mahmud, Perda Perlindungan Pohon ini sepengetahuannya adalah yang pertama di Indonesia. Perda ini diterapkan agar ruang terbuka hijau di Surabaya makin luas dan membuat kota ini makin nyaman dihuni warganya.
Untuk diketahui, hari ini DPRD Surabaya mengesahkan 3 raperda. Selain Raperda Perlindungan Pohon, juga disahkan Raperda penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dan Raperda Hutan Kota.(edy)