Komisi D Bidang Kesra DPRD Kota Surabaya meminta pemerintah kota (Pemkot) setempat memberikan perhatian lebih kepada para warga terdampak penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak.
Reni Astuti anggota Komisi D DPRD Surabaya saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi D DPRD Surabaya, Jumat (12/12/2014), menyampaikan permintaannya kepada wali kota untuk memberikan perhatian lebih kepada warga yang terdampak penutupan Dolly.
“Kita minta wali kota untuk memberikan perhatian ke warga terdampak penutupan Dolly,” kata Reni di Surabaya, seperti yang dilansir Antara, Jumat (12/12/2014).
Menurut Reny, pihaknya memberikan waktu kepada pemkot untuk melakukan kordinasi dengan warga.
“Selanjutnya kita akan awasi bersama upaya yang dilakukan oleh pemkot. Utamanya terkait pertumbuhan ekonomi warga yang terdampak,” ujar Reni.
Menurut dia, sebenarnya yang ditunggu oleh warga terdampak adalah keingintahuan tentang nasib mereka ke depan.
“Sebenarnya warga ini ingin tahu, mau jadi seperti apa mereka nanti. Selama ini mereka hanya bisa menunggu. Saya kira kawasan Dolly ini adalah kawasan yang khusus sehingga penanganan dan besarnya dana yang dikucurkan juga harus berbeda,” kata Reni.
Reni mengatakan sebelum penutupan Dolly, pihaknya sudah menanyakan kepada Bappeko, terkait mau dijadikan seperti apa wajah Dolly nantinya.
“Yang terjadi sekarang ini saya lihat skema itu belum kelihatan. Kalau saya lihat, Pemkot hanya melakukan langkah-langkah secara normatif saja. Belum sampai menyentuh kepada inti permasalahan warga yakni persoalan ekonomi,” katanya.
Sementara itu, Agustin Poliana Ketua Komisi D DPRD Surabaya, mengkritisi upaya Pemkot yang terkesan tidak terkonsep dan lambat dalam menghidupkan perekonomian warga.
“Selama ini warga hanya mendapatkan pelatihan. Kapan mereka bisa mencari uang. Yang dibutuhkan kan usaha agar bisa dapat uang. Pinjaman juga tidak diberikan oleh Pemkot agar warga bisa buka usaha,” kritik Agustin.
Ia mengatakan realisasi program Pemkot selama ini, jauh dari harapan warga. “Sedangkan ini sudah delapan bulan, mereka butuh makan, kalau hanya pelatihan percuma. Yang terdampak adalah 5 RW. Bagaimana mengatasi dampaknya. Sehari-harinya mereka mengais rezeki dan mereka berharap dari upaya pemkot. Tidak ada izin usaha serta bantuan modal,” ujar Titin.
Menanggapi hal tersebut, Soepomo kepala Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya, mengatakan, perekonomian di sana masih tetap berjalan sesuai dengan sosialisasi pihak pemkot.
“Kita sangat dibatasi oleh aturan. Banyak yang ajukan proposal dan akan kita eksekusi, namun kita dibatasi oleh Permendagri. Kita tidak ingin perekonomian tidak berkembang,” ujar Soepomo.
Soepomo mengakui hingga saat ini masih banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Pihaknya berharap dapat masukan dari para legeslator. “Kami masih banyak kekurangan,” ujarnya.
Sekadar diketahui, warga terdampak penutupan Dolly meliputi 5 RW, yakni RW 3,6,10,11 dan 12. Pihak Pemkot melalui Dinas Sosial mengklaim telah melakukan berbagai upaya untuk menumbuhkan kembali perekonomian warga, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan kepada warga terdampak agar bisa kembali memiliki usaha. (ant/nif/ipg)