Menurut Solichin SAg, MSi, kepala SD Muhammadiyah 4 Surabaya, pihaknya langsung melakukan beberapa upaya ketika menerima laporna SMS penipuan dari para orang tua siswa.
“Dua hal yang kami lakukan, satu melakukan antisipasi internal, yang kedua melakukan antisipasi eksternal. Di internal kami melarang guru atau siapapun membuka file identitas orang tua siswa termasuk nomor selulernya, tanpa izin,” kata Solichin.
Yang kedua, sambung Solichin, memberitahukan pada masing-masing orang tua siswa agar tidak memberikan nomor kontak kesembarang orang. “Termasuk kepada para guru tanpa seizin sekolah,” tegas Solichin.
Dengan demikian, kata Solichin pihak sekolah dan orang tua siswa bisa saling mengantisipasi jika menerima SMS penipuan berbuntut permintaan transfer dana itu.
Sedangkan di SMPN 1 Surabaya menurut Mochtar, pihaknya memilih langsung menggelar rapat dan diskusi bersama para guru termasuk dengan orang tua siswa membahas berbagai perkembangan di masyarakat.
“Termasuk ketika maraknya beredar SMS penipuan itu, kami memilih langsung melakukan diskusi. Bertemu orang tua siswa, mendiskusikannya. Kami tidak perlu menunggu ada korban,” terang Mochtar Kepala SMPN 1 Surabaya.
Melalui diskusi itu, lanjut Mochtar, langkah-langkah konkrit untuk menghindarkan agar tidak jadi korban sms penipuan dibahas dengan menerima dan mendengarkan masukan dari para orang tua siswa.
Sementara itu ditegaskan Isa Anshori pemerhati pendidikan, bahwa tanggung jawab terkait SMS penipuan yang beredar di sekolah memang bukan semata-mata hanya dibebankan pada sekolah saja.
“Para orang tua siswa juga wajib memiliki kepedulian sekaligus ikut mengantisipasi beredarnya SMS penipuan yang sangat merugikan ini. Sekolah dan orang tua siswa wajib bersama-sama mencari jalan keluar. Mengantisipasi,” kata Isa Anshori saat dikonfirmasi suarasurabaya.net, Senin (10/3/2014).(tok/ipg)
Teks foto:
– SMS penipuan membuat orangtua siswa resah.
Foto: Totok suarasurabaya.net