Paperless Culture, gerakan pengurangan penggunaan kertas, kini menjelma menjadi sebuah aksi nyata. Ini setidaknya nampak dari beragam pandangan SSnetters dalam kolom #Diskusi yang digelar di fanpage e100 Suara Surabaya, Sabtu (29/3/2014).
Pemilik akun Brian Zhou misalnya, dia mengatakan “Sekarang terciptalah teknologi canggih. Kan nulis ndak perlu pakai kertas, sekarang udah bisa pakai laptop, tablet, note dan sebagainya, ” .
Hal yang sama diungkapkan akun Panjib Agung Binantara. Menurut Panjib, penggunaan flashdisk, smartphone, dan tablet saat ini sudah bisa digunakan untuk memindah data tanpa kertas.
Gerakan pengurangan kertas memang bukan tanpa alasan. Untuk memproduksi satu rim kertas misalnya, diperlukan satu batang pohon usia sekitar lima tahun. Bisa dibayangkan berapa pohon yang harus ditebang tiap kali memproduksi kertas.
Padahal, bahan baku kertas tidak harus dari kayu. Ada bahan dasar campuran dari kapas yang bisa menjadi bahan alternatif meskipun harganya lebih mahal. Bahan baku alternatif ini-lah diharapkan mampu menyelamatkan hutan.
“Tempat saya bekerja di salah satu percetakan terbesar di Jawa Timur, kami berusaha menekan penggunaan kertas berbahan dasar kayu dan beralih ke kertas dengan bahan dasar campuran kapas (meskipun lebih mahal) juga menggunakan bahan-bahan pendukung proses cetak yang ramah lingkungan sesuai ISO 14001”, kata akun Agus Tianto.
Beberapa perusahaan juga menerapkan kebijakan penggunaan kertas berulang untuk menekan penggunaan kertas. “Di tempat saya bekerja sudah lama pakai kertas bekas untuk nge-print. Kalau baliknya masih kosong ya dipakai Jadi hemat, “
Sampai saat ini pun Indonesia sudah kehilangan sekitar 72 persen hutan aslinya. Semakin hari kerusakan hutan diprediksi akan terus berlanjut, karena masih bergantungnya kertas pada bahan dasar kayu. (odp-rt/fik)