Kualitas para penguji kendaraan bermotor serta peralatan uji kendaraan bermotor di Jawa Timur dinilai masih di bawah standar sehingga proses uji kir bagi kendaraan niaga belum bisa berjalan maksimal.
“Untuk pembenahan, Pak Gubernur dalam waktu dekat ini segera berkirim surat ke bupati/walikota untuk segera melakan evaluasi terhadap tempat pengujian kendaraan bermotor,” kata Wahid Wahyudi, Kepala Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan (Dishub dan LLAJ) Jawa Timur, Jumat (24/10/2014).
Surat bagi bupati/walikota, kata Wahid, saat ini sudah selesai dibuat dan tinggal menunggu tandatangan dari Soekarwo Gubernur Jawa Timur.
Dalam surat itu, setidaknya berisi tiga poin yaitu Gubernur akan minta seluruh bupati/walikota segera melakukan evaluasi terhadap seluruh tempat pengujian kendaraan yang dimiliki pemerintah kabupaten/kota di Jawa Timur.
Evaluasi yang harus dilakukan adalah menyangkut peningkatan sumberdaya manusia penguji. Dalam undang-undang tentang angkutan jalan, tempat pengujian kendaraan harus memiliki empat tenaga ahli pengujian yaitu mulai tingkat pemula, pelaksana, pelaksana lanjutan dan tingkat penyelia.
Empat tingkatan penguji ini masing-masing haruslah memiliki sertifikat kelayakan yang diterbitkan oleh direktorat jenderal perhubungan darat. “Jadi tidak main-main, jangan sampai tak punya sertifikat tapi melakukan uji kir,” kata Wahid.
Berdasarkan tingkatannya, yang berhak menyatakan sebuah kendaraan lolos atau tidak uji kir, hanyalah penguji yang bersertifikat pelaksana lanjutan dan tingkat penyelia. Sayang, mayoritas kabupaten/kota ternyata sangat minim memiliki tenaga ahli setingkat pelaksana lanjutan dan penyelia ini.
Akibat minimnya jumlah tenaga ahli setingkat pelaksana lanjutan dan penyelia, banyak kendaraan bermotor yang memiliki uji kir asli tapi palsu. Dia mencontohkan, truk yang beberapa waktu lalu terlibat kecelakaan dengan menabrak beberapa kendaraan di gerbang tol Suramadu sisi Madura, ternyata buku uji kirnya ditandatangani oleh penguji asal Jakarta, padahal mobil tersebut berplat “L” alias plat Surabaya.
Masih menurut Wahid, selain menyoriti SDM penguji kir, dalam suratnya Gubernur juga minta dilakukan evaluasi peralatan uji di tempat pengujian. Seluruh alat uji harus dilakukan kalibrasi untuk mendeteksi apakah alat ukur uji itu benar-benar akurat atau sudah mulai mengalami kerusakan.
Selain itu, jumlah peralatan yang dimiliki haruslah sebanding dengan jumlah kendaraan yang ada di daerah itu. “Jangan sampai alatnya cuma satu, padahal jumlah kendaraan mencapai ribuan,” ujarnya.
Wahid mencontohkan, peralatan uji kir di Surabaya saat ini sudah semi otomatis sehingga tak membutuhkan peralatan dalam jumlah yang banyak, tapi di daerah-daerah mayoritas peralatan masih manual sehingga jumlahnya memang harus ditingkatkan. Kalau perlu, peralatan manual harus segera diganti yang otomatis.
Sedangkan poin terakhir yang ada dalam surat Gubernur itu adalah permintaan adanya SOP (standard operating procedure). Setiap tempat uji kir haruslah memiliki SOP yang jelas dan pasti sehingga mempermudah masyarakat yag akan melakukan pengujian. (fik/rst)