Pemakaian antibiotik secara berlebihan dan bebas bisa mengancam resistensi obat tidak hanya di Indonesia tapi di dunia.
Ali Gufron Wakil Menteri Kesehatan pada Radio Suara Surabaya, Rabu (24/9/2014) mengatakan, terkait pemakaian antibiotik yang berlebihan ini tidak hanya menjadi masalah di Indonesia saja tapi sudah menjadi masalah global yang mengancam dunia.
Pada Mei 2014 lalu, kata dia, WHO telah memasukkan peraturan pada sebuah resolusi yang isinya bagaimana dunia harus sada tentang penggunaan antibiotik. Jika masyarakat atau pasien menderita penyakit maka tidak bisa lagi diobati atau bisa dikatakan kebal.
Untuk mencegah makin bebasnya antibiotik ini beredar, kata dia, Kementerian Kesehatan membentuk tim dengan WHO untuk mengatur bagaimana penggunaan obat secara rasional termasuk di apotek.
“Agar apoteker nantinya juga bisa memberikan dan menterjemahkan resep sehingga penggunaan obat benar-benar rasional. Yang jelas sistemnya harus diperbaiki karena sekarang ini mudah sekali mendapatkan obat antibiotik,” kata dia.
Kata Ali, penebusan obat antibiotik di apotek harus dengan menggunakan resep dokter dan ini yang harus ditegakkan. Karena ada obat yang tergolong bebas dan ada obat yang harus sesuai resep dokter.
“Resistensi itu bisa muncul dari mana saja. Misalnya saja ayam atau ikan yang kita makan ternyata disuntik antibiotik. Ya itu bisa kena kita juga,” ujar dia.
Saat ini, kata dia, yang juga harus dilakukan adalah melakukan pendekatan dengan berbagai macam profesi keilmuan tidak hanya kedokteran misalnya saja pertanian. Caranya dengan melakukan kerjasama sejak dini.
“Kalau hanya pilek, batuk atau diare yang diakibatkan virus atau bakteri tidak bisa diobati dengan antibiotik. Apoteker diharapkan tidak memberikan antibiotik dengan mudah,” katanya.
Untuk sanksi bagi apotek yang memberikan antibiotik secara mudah, tambah dia, tergantung dari pimpinannya masing-masing yang dibutuhkan sikap tegas. Bisa saja sampai memberikan sanksi dengan pencabutan izin apotek. (dwi/ipg)