Senin, 25 November 2024

624 Desa di Jatim Alami Krisis Air

Laporan oleh Fatkhurohman Taufik
Bagikan
Musim kemarau terjadi kekeringan. Foto: Dok. suarasurabaya.net

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur memastikan kekeringan masih akan terus melanda hingga bulan Oktober mendatang. Kepastian ini merupakan asumsi awal karena musim hujan kemungkinan baru akan turun pada awal November.

“Kita tiap hari perbarui data dari BMKG. Hujan baru turun pertengahan november,” kata Sudharmawan, Kepala BPBD Jawa Timur, Selasa (16/9/2014).

Dari data yang ada, musim kemarau kali ini menjadikan 624 desa yang tersebar di 22 kabupaten mengalami bencana kekeringan kritis dengan jarak sumber air mencapai 3 km. Sebanyak 22 kabupaten tersebut rata-rata berada di Tapal Kuda, Madura, serta daerah pesisir selatan.

Bencana kekeringan sendiri terbagi tiga diantaranya adalah kering langka terbatas jika jarak sumber air 100-500 meter, serta kering langka dengan jarak mata air 500 meter hingga 3 km. Sedangkan jika jarak sumber air mencapai lebih dari 3 km maka masuk kategori kering kritis.

BPBD sendiri hanya menggelontorkan bantuan bagi kawasan yang mengalami kering kritis. Caranya, anggara Rp3 miliar telah disiapkan untuk membeli air dari PDAM yang lantas disalurkan ke desa-desa yang mengalami kering kritis. “Anggaran ini sudah mulai kami gunakan sejak minggu ke empat bulan Agustus lalu,” ujarnya.

Sudharmawan mengatakan, jumlah desa yang mengalami kering kritis tahun ini mulai menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 870 desa di 26 kabupaten.

Berkurangnya jumlah desa kritis air, karena proses pembangunan embung atau cekungan air sudah mulai selesai di beberapa desa. Selain itu, pemerintah juga terus menambah sumur-sumur air dalam baru, sehingga daerah yang awalnya mengalami krisis air saat ini sudah bisa mendapatkannya dari embung maupun sumur air dalam yang dibuat pemerintah.

Setidaknya telah ada tiga kabupaten yang tahun lalu mengalami kering kritis, tapi saat ini sudah bebas dari kering kritis yaitu Madiun, Jember dan Mojokerto.

Sudharmawan mengatakan, setidaknya ada dua penyebab yang menjadikan jumlah desa yang mengalami kring kritis berkurang. Pertama karena musim kemarau kali ini memang tak separah tahun lalu. Selain itu, sejak tahun lalu pemerintah memang membangun puluhan embung atau cekungan air baru, juga membangun ratusan sumur air dalam baru, sehingga jarak mata air dengan warga semakin dekat.

Dia mencontohkan di Kabupaten Pasuruan yang tahun lalu mencapai 28 desa, tahun ini tinggal 9 desa. “Semua daerah turun, hanya Sumenep saja yang ada kenaikan jumlah desa. Kepulauan yang dulu tidak masuk saat ini mengalami kekeringan,” kata dia. (fik/ipg)

Teks Foto :
-Sudharmawan, Kepala BPBD Jawa Timur.
Foto : Taufik suarasurabaya.net

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
26o
Kurs