Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur memastikan penampakan hilal atau anak bulan pada Jumat (27/6/2014) sore nanti akan sulit untuk dilihat. Hitungan khas Nahdlatul Ulama dengan menggunakan 21 kitab rujukan menunjukkan, mayoritas hitungan ala NU ini menghasilkan angka titik hilal di bawah 2 derajat. Artinya posisi hilal akan sulit untuk terlihat.
Soleh Hayat, koordinator tim rukyatul hilal PWNU mengatakan, beberapa metode kitab rujukan yang memprediksi hilal di bawah dua derajat diantaranya adalah kitab Khulashoh wafiah, Matlaussaid, Hisab Haqiqi, Irsyatul Ibad, Sulamun Nasyirin, serta beberapa kitab lainnya.
“Hitungan ala Irsyatul Ibad misalnya memprediksi hilal berada di 0,8 derjajat,” kata Soleh Hayat. Begitu juga hitungan ala Sulamun Nasyirin menyebutkan jika posisi hilal hanya di titik 1,49 derajat. Bahkan metode modern yang juga digunakan NU yaitu metode Epymiris juga memprediksi jika hilal berada di 0,9 derajat.
Dengan prediksi ini, maka hilal kemungkinan tidak akan bisa dilihat mata sehingga bulan Sya’ban harus digenapkan 30 hari. Artinya, bulan ramadhan baru akan dimulai hari Minggu (29/6/2014).
Sekadar diketahui, penanggalan dalam Islam memang hanya mengenal dua model, yaitu 29 hari dan 30 hari. Satu bulan sepanjang 29 hari jika pada saat matahari terbenam di tanggal 29, terjadi penampakan hilal. Jika di tanggal 29, hilal nampak, maka keesokan harinya sudah berganti bulan. Sebaliknya jika hilal tidak nampak, maka penanggalan akan digenapkan menjadi 30 hari.
Hilal atau bulan baru merupakan bulan sabit yang nampak hampir bersamaan dengan matahari terbenam. Penampakan hilal sendiri juga berada di konjungsi atau berjarak sama dengan tenggelamnya matahari. Saat matahari tenggelam, sore nanti, jika hilal tampak maka hari Sabtu besok sudah masuk hari puasa, tapi jika hilal tak tampak, maka puasa baru dimulai hari Minggu. (fik/rst)