Berbeda dengan Candi Borobudur sebagai situs umat Budha, yang memang bisa dinikmati masyarakat umum, temuan gua dengan relief Budha di desa Jireg, Bondowoso, sepertinya tidak mungkin bisa dinikmati masyarakat umum.
“Kondisi medannya memang sangat tidak memungkinkan untuk bisa dijangkau masyarakat umum. Selain sangat jauh dan terjal, kondisi akses menuju lokasi terebut sangat sulit. Perjalanan tanpa kendaraan saja memakan waktu cukup lama. Beda dengan Borobudur,” terang YURI bidang humas Budha Education Center (BEC) Surabaya, Senin (13/08).
Sedangkan menurut DHAMMA SUBHO MAHATHERA sesepuh Sangha Theravada Indonesia, kondisi lokasi temuan gua dengan relief Budha didesa Jireg, Bondowoso, bisa dipastikan memang tidak ditujukan untuk kepentingan umum.
Dari tinjauan sejarah lokal, temuan gua di desa Jireg, Bondowoso tersebut bisa dipastikan dibangun oleh masyarakat dimasa lalu sebagai upaya untuk mengungsikan diri, atau melarikan diri dari presur pemerintahan masa itu.
“Kemudian mereka mengajarkannya secara lisan, dengan menampilkan lambang-lambang atau simbol-simbol seperti yang ditemukan digua tersebut. Ada simbol, bunga teratai, kepala manusia dengan tanduk serta api sebagai lambang amarah, juga lambang keabadian lewat Budha yang duduk bersila,” terang DHAMMA SUBHO MAHATHERA pada suarasurabaya.net, Senin (13/08).
Karenanya, temuan gua itu merupakan tempat pertapaan bagi mereka yang ingin menempuh ajaran kesempurnaan. “Lokasinya sesuai dengan pertapaan yang diharapkan bisa membawa manusia ketingkat sempurna. Bagi umat Budha lokasi itu cocok untuk pertapaan, tapi tentunya sangat berat,” pungkas DHAMMA SUBHO MAHATHERA.(tok)
Teks foto:
1. Bante DHAMMA SUBHO MAHATHERA menunjuk lokasi.
2. Ditebing terjal dengan kemiringan 70 derajat.
Foto: Dok. Shanga Theravada Indonesia