
Sekitar 8 orang peneliti Tanaman Sambiloto dari Universitas Airlangga Surabaya, Selasa (18/12) memasyarakatkan hasil penelitian terhadap tanaman Sambiloto di depan 25 kader Posyandu Puskesmas Kecamatan Tenggilis Surabaya.
Peneliti dari Unair yang terlibat bagi-bagi ilmu kepada sekitar 25 orang kader Posyandu Puskesmas Tenggilis antara lain, Dr. DJOHAR NUSWANTORO, dr, MPH (Fak. Kedokteran), Prof. NI MADE MERTANIASIH, dr., M.S., SpMK (Fak. Kedokteran), Dr. JUSTINUS FRANS PALILINGAN, dr., SpP(K) (Fak. Kedokteran), LINDAWATI ALIMSARDJONO, dr., M.Kes., SpMK (Fak. Kedokteran), MANIK RETNO WAHYU NITISARI, dr., M.Kes (Fak. Kedokteran), SULISTYAWATI, dr., M.Kes (Fak. Kedokteran), Dr. Dra. ATY WIDYAWRUYANTI, M.Si., Apt (Fak. Farmasi), dan Dr. Drs. IB WIRAWAN, SU (FISIP).
Acara yang digagas Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Unair dengan Tema Memasyarakatkan Tumbuhan Sambiloto Guna Suplemen Penunjang Pada Pengobatan Penderita Tuberkulosis dengan Program DOTS ini mendapat tanggap positif dari para kader.
Tanaman Sambiloto menurut Dr. Dra. ATY WIDYAWARUYANTI, M.Si., Apt, memang dikenal dengan jamu pepaitan karena rasanya yang pahit (King of Bitter). Secara tradisional, kata ATY, masyarakat Indonesia telah menggunakannya sebagai obat tonsil, borok, tifus, kencing manis.
Di India, tanaman ini juga digunakan sebagai tonikum. “Di China tanaman ini digunakan untuk obat panas (antipiretik), antiradang (antiinflamasi), antidiare dan antidisentri. Bahkan sejak akhir abad lalu Sambiloto dikenal di beberapa negara Eropa dan AS dikenal sebagai pencegah flu,” kata ATY.
Berdasarkan pengalaman empiris, lanjut ATY aman dikonsumsi. Penelitian ilmiah juga melaporkan hal demikian. “Pemberian rebusan daun Sambiloto pada kelinci menunjukkan bahwa daun Sambiloto akan memberikan efek toksik yang rendah pada dosis 13,4 g/kg BB sedangkan andrografolida totalnya pada dosis 40 g/kg BB,” jelas ATY seperti dalam siaran persnya untuk suarasurabaya.net, Selasa (18/12).
Untuk penderita TBC, tambah ATY, rebusan atau ekstrak tanaman ini sebaiknya diberikan sekitar dua jam sesudah minum obat yang diberikan oleh dokter. Mengapa demikian? Menurut ATY karena pemberian dosis tinggi pada manusia diketahui dapat menyebabkan gangguan lambung, tidak nafsu makan dan muntah. “Perut rasanya seperti sebah, solusinya berikan secara bertahap atau sedikit-sedikit dan lama-lama menjadi sesuai dengan dosis,” tambah ATY.
Dr. JUSTINUS FRANS PALILINGAN, dr., SpP(K) yang juga ahli Paru RSU dr Soetomo mengatakan, selama ini Sambiloto diberikan kepada pasien atau penderita TBC masih sebatas obat suplemen. Artinya obat yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita. “Sedangkan obat utamanya masih menggunakan standar yang sudah ditentukan oleh WHO (World Health Organization) yaitu DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yaitu obat yang merupakan kombinasi dari beberapa jenis obat dalam jumlah dan dosis tepat selama 6-8 bulan,” terang Dr. FRANS.(tok)
Teks foto:
1. Tanaman Sambiloto.
2. Dr JUSTINUS FRANS PALILINGAN didepan kader posyandu.
Foito: Dok. Humas UNAIR Surabaya