Minggu, 24 November 2024

Dai Muda Nilai Perda Hiburan Malam Memperkuat Hukum Al Quran

Laporan oleh Jose Asmanu
Bagikan
Pemusnahan 10 ribu botol minuman keras dan 17,8 kilogram sabu-sabu di halaman Mapolrestabes Surabaya, Rabu (24/5/2017). Foto: Abidin/Dok. suarasurabaya.net

Peraturan daerah tentang hiburan malam untuk menghormati bulan suci Ramadhan, menimbulkan kontroversi dan dikritisi beberapa ulama dan pemuka agama.

Mengingat larangan berbuat maksiat itu sudah tertulis di kitab suci semua agama, ada yang berpendapat tidak perlu Perda yang mengatur buka tutup hiburan malam, karaoke, panti pijat, lokalisasi dan tempat maksiat lainnya.

Dengan adanya Perda yang mengatur buka tutup hiburan yang diikuti dengan razia di hotel hotel melati untuk mencari pasangan mesum, seakan-akan larangan berbuat maksiat tersebut, hanya berlaku di bulan Ramadhan. Di luar bulan suci orang boleh melanggar norma agama, dengan kata lain boleh berbut apa saja.

Lebih ekstrim lagi ada yang menilai Perda hiburan malam seakan-akan derajatnya lebih tinggi dari Al Quran dan Sunnah Rasul.

KH Mustofa Bisri (Gus Mus) pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang adalah satu di antara ulama yang pernah mengkritisi Perda hiburan tersebut.

Ustad Ujae, dai muda lulusan pondok pesantren yang cukup tersohor di Bogor Jawa Barat, menghormati pendapat para pemimpin umat yang mengkritis Perda tersebut. Ingin memposisikan derajad Al Quran dan Sunnah Rasul diatas segala galanya.

Tapi niat baik ini, bisa menjadi persoalan, kalau sampai ditelan menta menta oleh masyarakat awam. Sudah ada Al Quran dan Hadist, yang menjelaskan tentang perbuatan yang baik dan yang batil, yang haram dan halal, mengapa masih ada Perda lagi. Apakan firman Tuhan dan Sunnah Rasul itu kurang ampuh untuk mengatur tingkah laku manusia.

Dalam wawancara dengan suarasurabaya.net, usai makan sahur, Minggu (11/6/2017), Ujae menjelaskan Indonesia menganut hukum positif, bukan hukum Al Quran dan Sunnah Rasul, meskipun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.

Sanksi bagi orang-orang yang melanggar hukum Al Quran dan Sunnah Rasul, akan diberikan oleh Allah di akhirat nanti. Sedang sanksi hukum diatur oleh undang-undang atau hukum negara.

Demikian juga dengan Pancasila, orang akan berpandangan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika tidak diperlukan lagi karena di dalam Al Quran dan Sunnah Rasul sudah ada cara berketuhanan yang maha esa atau hablum minallah dan hubungan dengan sesama manusia yang disebut hablum minannas.

“Tanpa mengurangi rasa hormat kepada para guru yang membandingkan antara Perda dan Al Quran, saya berpendapat UU dan Perda syariat itu menguatkan derajat Al Quran dan Sunnah Rasul, bukan sebaliknya,” kata dai yang sering tampil di televisi nasional dan membintangi beberapa sinetron.(jos/iss/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
27o
Kurs