Jembatan antara produsen dan konsumen dalam mengendalikan harga sembako di Indonesia termasuk Surabaya selalu terhambat. Oleh karena itu harus dilakukan penggelontoran barang langsung ke pasar utamanya menjelang Ramadhan.
Kresnayana Yahya Enciety Business Consult mengatakan, cara ini dilakukan untuk mengurangi mata rantai distribusi barang.
Kresnayana menjelaskan, selama ini barang banyak dimainkan oleh makelar yang berani mengambil risiko.” Selama pasar murah tidak menguntungkan bagi sisi produsen, kegiatan itu hanya bertahan sesaat saja,” kata Kresnayana pada Radio Suara Surabaya.
Kata Kresnayana, pangan itu berada dalam situasi sangat kompleks karena mata rantainya sangat panjang. Selain itu produsennya seringkali tidak menikmati kenaikan atau perubahan harga.
“Kalau produksinya tidak kita kuasai pasti di tengah jalan banyak orang yang menikmati keuntungan secara ilegal. Seringkali distributor mengambil untung lebih pasar daripada produsen yakni petani dan bukan pedagang,” ujar dia.
Untuk hal pangan, lanjut dia, karena produsennya kecil-kecil biaya produksinya menjadi mahal.” Kalau mereka diasosiasikan atau dikoperasikan maka baru akan memberi keadilan pada produsennya,” katanya.
Kota Surabaya sendiri tidak mempunyai petani karena itu 40 persen barang yang masuk ke Surabaya sudah dalam bentuk kerjasama. Pemkot Surabaya juga harus membantu dalam hal mengangkut barang langsung dari produsen ke pasar yang mampu memotong mata rantai distribusi.
“Agak aneh memang di Indonesia itu. Puasa kok konsumsi malah meningkat. Padahal fakta menunjukkan konsumsi barang naik 120 persen dari kebutuhan wajar,” pungkas dia. (dwi)