Gedung berwarna hijau tosca itu terlihat mencolok dari Jl. Raya Bukit Darmo Surabaya. Hampir mirip hotel kekinian, tempat parkirnya yang luas dan lobby yang terbuka.
Kesibukan kantor ini masih terpusat di lantai 3. Tepat di depan pintu lift, ada sebuah ruang kaca untuk studio siaran radio. Di luar ruang kaca itu ada ruang terbuka, tempat sebagian orang membuat konten video, meriung berdiskusi, dan menatap monitor mengerjakan sesuatu.
Itulah gambaran lantai 3 Suara Surabaya Media di kantor barunya di Jalan Raya Bukit Darmo 22-24 Surabaya.
Setelah hampir 38 tahun Suara Surabaya berkantor di Wonokitri Besar nomor 40C, Sawahan, sudah satu bulan ini para karyawan menempati gedung baru empat lantai itu.
Gedung Suara Surabaya Center (SSC) itu sekarang lebih mirip Coworking Space. Terdiri dari lobby dan convention hall di lantai G, lalu cafe, musholla dan meeting room di lantai 1.
Di lantai 2 terdapat lobby office, musholla dan office/meeting room, serta Suara Surabaya Main Office di lantai 3.
Kepindahan Suara Surabaya Media ke SSC tentunya bukan hanya sekadar pindah. Namun diiringi semangat dan cita-cita baru untuk lebih berinovasi dan berkembang.
Sebelum pindahan ke gedung baru, Suara Surabaya juga melakukan swab PCR kepada seluruh karyawan dan belum menerima kunjungan selama pandemi Covid-19.
Wahyu Widodo Direktur Bisnis Suara Surabaya mengatakan, saat masih di gedung lama, kendala akses menuju kantor menjadi salah satu perhatian. Lokasi kantor yang berada di tengah perkampungan padat penduduk, ditambah jalan turunan yang tidak accessible bagi para narasumber, tamu maupun stakeholder yang berkunjung ke kantor Suara Surabaya.
Lalu dengan resminya Suara Surabaya pindah ke gedung SSC, Suara Surabaya diharapkan lebih banyak menciptakan kreasi dan kreatifitas baru dengan konsep komunal dan terbuka yang diusung lebih memudahkan para kru untuk berkomunikasi dan berkoordinasi.
“Banyak yang nggak bisa kita lakukan di gedung lama karena faktor lokasi. Sekarang sudah satu lokasi (gedung kerja dan hall), tantangannya, kita punya kemampuan untuk mencreate sesuatu nggak?” kata Wahyu Widodo atau akrab disapa Dodi itu dalam ‘Dapur SS: Bukan Sekadar Pindah’ yang disiarkan di Podcast Suara Surabaya (PODSS), Minggu (28/2/2021).
Dodi bilang, konsep ruangan yang terbuka mendorong munculnya kolaborasi antar divisi untuk melihat potensi yang ada dan menjadikannya inovasi baru. Berbeda dengan gedung lama yang ruangannya tersekat-sekat dan terbagi menjadi dua gedung. Sehingga ruangan baru di lantai 3 SSC ini diharapkan menjadi aset untuk kebersamaan dalam kepentingan apapun.
Ia juga menekankan, saat ini sudah tidak zamannya kultur kerja mengedepankan loyalitas. Kata Dodi, dulu mendiang Soetojo Soekomihardjo pendiri Suara Surabaya berpesan: loyalitas hanya ada di kerajaan yang membuat orang hanya tunduk dan berhenti berfikir. Sedangkan saat ini, yang dibutuhkan Suara Surabaya adalah kolaborasi, integritas dan profesionalitas.
“Beliau (Alm. Soetojo) bertanya ‘memangnya masih ada loyalitas saat ini?’ yang benar adalah integritas. Koridornya profesionalitas. Filosofi kita bergerak bukan dari perintah, tapi kesadaran masing-masing untuk bergerak ke opportunity yang lebih baik. Dan ini direalisasikan dalam bentuk kantor yang sangat komunal, terbuka dan komunikatif,” lanjutnya.
Penuh Perjuangan
Dodi menyampaikan, pindah kantor di tengah pandemi adalah tantangan besar bagi Suara Surabaya. Pengerjaan sempat terhenti karena keterbatasan budget imbas terpaan badai pandemi yang tidak tahu kapan berakhir.
Di sisi lain, hal itu adalah cita-cita lebih dari 15 tahun yang lalu. Namun rencana tersebut harus ditunda karena keterbatasan dana.
Hingga akhirnya pada 2017, Suara Surabaya Center resmi dibangun. Bukan tanpa perjuangan, pembangunan gedung SSC diakuinya sebagai hasil jerih payah. Ditambah pandemi Covid-19 yang datang pada Maret 2020 lalu dan menghantam banyak lini bisnis media, tak terkecuali Suara Surabaya.
“Kita plan-nya 3 tahun dibangun. Pelan-pelan menyisihkan duit, yang ada sisihkan kita sisihkan. Ini nggak gampang bagi SS meski kelihatannya mudah. Hingga kemudian datang pandemi. Akhirnya apa yang bisa lakukan kita lakukan,” ujar Dodi.
Keterbatasan memang menuntut kreatifitas lebih. Dodi menambahkan, ada beberapa modifikasi interior yang berbeda dari rencana awal. Karena menurutnya Suara Surabaya tak hanya berambisi untuk menyelesaikan proses perpindahan saja, tapi juga perlu bertahan di tengah ketidakpastian pandemi.
Pembangunan pun sempat terhenti dan berlanjut dengan pengurangan pekerja bangunan hingga setengahnya.
“Bagaimana kita bisa survive? Mulai kita ngerem, sempet berhenti. Rekayasa anggaran sehingga banyak yang diubah. Alternatif bahan sesuai budget, mengerjakan apa yang bisa dikerjakan,” imbuhnya.
Kreatifitas dan inovasi akan terus dilakukan meski saat ini gedung SSC sudah mulai beroperasi. Ia mengakui, keterbatasan menuntut seseorang untuk berinovasi dan menyalurkan ide-ide baru. Tidak berbeda dengan proses perpindahan kantor Suara Surabaya Media yang membutuhkan kerja keras, energi dan kesabaran.
Sehingga saat cita-cita pindah ke gedung baru terealisasi, Dodi berharap hal itu memacu semangat para kru untuk bisa memberikan layanan publik yang lebih kepada masyarakat luas, khususnya masyarakat Surabaya dan sekitarnya.
“Kita sadar tidak bisa sendiri-sendiri. Kita di internal harus saling jaga, makin solid, makin kompak, makin komunikatif untuk menjawab tantangan zaman,” ujarnya.(tin/bid)