Selasa (2/2/2016) malam, akan menjadi awal bagi Suara Surabaya Media, menapaki tahun 2016 dengan penuh harap dan semangat.
Bulan memang sudah memasuki Februari, namun, malam tadi seakan membangunkan seluruh elemen di Suara Surabaya, bagaimana mengelola serta melayani publik dengan lebih baik.
Dimulai dengan makan malam, lebih dari 100 orang yang saban hari berkumpul di Kampung Media Suara Surabaya, bertemu di Gedung Suara Surabaya Center yang ada di Jalan Raya Bukit Darmo Golf, Surabaya.
Sebuah agenda yang dilabeli “visioning”, malam tadi sengaja digelar. Tak sekadar merefresh semangat, visioning kali ini juga untuk membuka tantangan serta harapan yang harus didaki di tahun 2016 ini.
Adalah Errol Jonathans Direktur Utama Suara Surabaya Media yang secara langsung memimpin visioning dengan menyuguhkan aneka fakta yang selama ini dihadapi Suara Surabaya.
“Berdasarkan survei Roy Morgan Single Source Indonesia pada 2014 lalu, konsumsi masyarakat terhadap media radio dibandingkan jenis media lainnya paling rendah,” kata Errol.
Penikmat radio di Indonesia, saat ini hanya 22 persen. Tak hanya radio, seluruh media kini sedang mengalami sunset industries, dan galau.
“Suara Surabaya, sebagai radio sudah 33 tahun. Apakah fakta tadi menunjukkan, kita sedang mengarah ke masa sunset,” ujarnya.
Bisnis radio di Indonesia, tidak seperti kondisi di negara lain, memang sedang diujung tanduk. “Negara lain settle, tapi Bisnis radio di Indonesia melemah,” katanya.
Karenanya, metamorfosa pada Radio Suara Surabaya harus segera dilakukan. Mirriam Webster mengartikan metamorfosa sebagai perubahan besar dalam penampilan sesuatu atau karakter seseorang.
“Kita akan menjadi entitas baru di 2016, dengan tidak menyesali yang terjadi di 2015,” kata Errol. Akan ada banyak perubahan di Suara Surabaya Media di tahun ini.
Pada usia ke-33 tahun Radio Suara Surabaya, di tahun 2016 ini, Errol mengatakan seluruh awak media tidak bisa terjebak pada budaya kemapanan kerja. Suara Surabaya Media harus menyuguhkan sesuatu yang tak lagi biasa.
“Karena kebangkitan radio bukan diserahkan pada ahli nujum, tapi sepenuhnya karena spirit akal sehat dan ketajaman akal bisnis,” kata dia.
Terakhir, Errol berpesan, Suara Surabaya Media, akan bertahan jika pelayanan bagi masyarakat yang selama ini menjadi ruh dan filosofi radio ini, bisa ditingkatkan. “Pelayanan adalah kunci,” ujarnya. (den/fik)