Delapan tahun sudah Suara Surabaya Media merawat keberlanjutan Jazz Traffic Festival (JTF). Ini tahun kesembilan Suara Surabaya berupaya menyajikan festival musik jazz berbobot untuk penikmat musik Tanah Air.
Delapan tahun dengan jerih upaya luar biasa mengembangkan konsep. Dari hanya sehari menjadi dua hari. Lebih banyak panggung dan melibatkan lebih banyak musisi dengan genre makin beragam.
“Banyak hal yang sudah kami eksplorasi dalam perjalanan delapan tahun ini. Kami mengevaluasi, ada sisi kejenuhan dalam konsep,” ujar Wahyu Widodo Ketua Umum Panitia Bistar Jazz Traffic Festival 2019.
Bahaya konsistensi adalah hilangnya kreativitas dan daya imajinasi. Rutinitas yang menciptakan kejenuhan. Direktur Bisnis Suara Surabaya Media yang akrab disapa Doddy khawatir hal itu terjadi.
Maka butuh waktu yang tidak sebentar untuk memutuskan konsep JTF 2019. Ini adalah perhelatan yang digelar setahun menjelang satu dekade festival musik yang berawal dari program radio itu.
“Hasil evaluasi, kami ternyata tidak sempat lagi mengembangkan konsep yang bisa dinikmati jazz lovers. Lalu kami cari tempat, cari konsep, mengeksplorasi semua kemungkinan,” katanya.
Tulus saat tampil di Jazz Traffic Festival 2018 lalu di Grand City Surabaya. JTF pertama hingga kedelapan digelar di tempat yang sama. Foto: Panitia JTF
Sejak awal tahun, brainstorming itu terus berlangsung untuk menyeleksi segala kemungkinan yang muncul. Tujuannya, demi menyajikan festival jazz yang berbeda, yang lebih segar dari sebelumnya.
Konsep sebuah festival tampaknya berbanding lurus dengan lokasi. Sejumlah lokasi jadi sasaran survei Tim Suara Surabaya. Sampai akhirnya terpilih Atlantis Land, wahana taman bermain di Surabaya.
Doddy mengatakan, sebenarnya sudah sejak awal 2019 lalu dia dan tim bertemu dan diskusi dengan pengelola Atalantis Land. Ada kesepahaman di antara mereka, tapi keputusan tidak buru-buru diambil.
“Sampai setelah lebaran kemarin, kami rapat finalisasi untuk memutuskan, apakah Jazz Traffic tetap lanjut dengan konsep yang sama, dengan konsep baru, atau ditiadakan dulu,” ujarnya.
Antusias penonton menyaksikan penampilan artis-artis JTF 2018. Foto: Panitia JTF
Hasil rapat itu terus dikomunikasikan dengan seluruh pemangku kebijakan di festival jazz terbesar di Indonesia Timur itu. Juga terus mematangkan di internal kru Suara Surabaya Media.
“Sampai kami yakin, di Atlantis Land kami akan temukan konsep baru menikmati musik dengan aktivitas yang berbeda. Kami lihat, belum ada festival jazz yang bertempat di wahana taman bermain.”
Banyak kejutan setelah itu. Doddy mengatakan, setelah menyepakati konsep, ada beberapa hal yang tidak sesuai pemikiran tim. Tidak sesuai secara negatif dan tidak sesuai secara positif.
Lokasi Atlantis Land di ujung paling timur Surabaya sempat memunculkan respons negatif. Jaraknya yang terlalu jauh atau masalah aksesibilitas. Itu karena penikmat JTF terbiasa dengan lokasi di tengah kota.
Sejak pertama kali digelar 2011 silam, Jazz Traffic Festival bertempat di Grand City Convex Surabaya. Lokasinya di tengah kota dan aksesnya sudah sangat dipahami para penikmat musik jazz.
Tantangan terbesar panitia JTF 2019 adalah membangun kesepahaman dengan penonton. Dengan adanya konsep baru dan tempat yang baru, rule of the game, menurut Doddy, juga berubah.
“Yang positif, ternyata responsnya luar biasa. Banyak yang penasaran. Motifnya, saat orang datang beli tiket JTF, itu karena penasaran dengan tempat dan konsep yang ditawarkan,” katanya.
Doddy menekankan, untuk sesuatu yang baru semua memang harus belajar dan beradaptasi. JTF 2019 akan menyuguhkan cara menikmati musik, terutama musik jazz, dengan cara baru.
Kejutan lainnya adalah Didi Kempot. Musisi campursari itu muncul di JTF 2019 setelah tim menghimpun berbagai aspirasi dari penikmat musik di Tanah Air. Tolok ukurnya adalah kehadiran Via Vallen di JTF 2018.
“Kami dengerin aspirasi penikmat musik. Respons tahun lalu seperti apa, potensi tahun ini seperti apa. Ternyata Didi
Kempot salah satu line up yang ditunggu penonton,” ujarnya.
Gayung bersambut. Tim Suara Surabaya sangat gembira ketika Didi Kempot bersedia tampil di panggung Bistar JTF 2019. Godfather of Broken Heart itu akan berkolaborasi dengan Fussion Stuff.
Kolaborasi menjadi kunci. Tim JTF, kata Doddy, sebenarnya ingin lebih banyak kolaborasi seperti Didi Kempot dan Fussion Stuff. Sampai sekarang, Doddy berupaya ada kolaborasi beberapa artis.
Beberapa yang sudah, Gamaliel penyanyi yang tenar dengan grup GAC akan berkolaborasi dengan MLD Jazz Project Season 4. Selain itu, ada Endah n Rhesa yang berkolaborasi dengan Nona Ria.
“Kami pengen ngeracik banyak hal untuk dikolaborasikan. Tidak sekadar featuring, tapi kolaborasi. Musisi dengan value masing-masing, saat digabung muncul value baru yang menarik,” katanya.
Dia berharap, ada musisi lokal Surabaya atau Jawa Timur yang muncul berkolaborasi dengan musisi nasional. Sampai sekarang Doddy masih mencari. Dia yakin, musikalitas musisi Surabaya tidak kalah dengan musisi Jakarta.
Errol Jonathans Penanggung Jawab Bistar Jazz Traffic Festival 2019 sekaligus CEO Suara Surabaya Media menyampaikan hal yang sama. Dia berharap melalui JTF, lebih banyak musisi jazz Surabaya bermunculan.
Dia bilang, Jazz Traffic Festival bukan semata-mata persoalan festival musik. Keberadaan festival ini dia harap bisa menggairahkan masyarakat untuk lebih mengapresiasi musik.
“Kemudian menumbuhkan dan menguatkan, industri musik Indonesia. Mustinya, yang saya ingin lebih, dari Surabaya lebih banyak lagi muncul musisi jazz,” ujar Errol ditemui di ruangannya.
JTF, semestinya menjadi referensi bagi musisi lokal Surabaya dan regional sekitarnya untuk muncul ke permukaan. Delapan tahun JTF, artis yang tampil pun dominan dari Jakarta.
“Harusnya, Surabaya semakin galak. Karena dalam sejarah perjalanan jazz Indonesia, Surabaya itu barometer. Secara historis, musik jazz itu dibawa ke Indonesia di era penjajahan Belanda, lewat Pelabuhan Tanjung Perak,” katanya.
Tidak sedikit legenda musisi jazz Indonesia berasal dari Surabaya dan sekitarnya. Sebut saja Bubi Chen, Jopie Chen, Embong Rahardjo, Maryono, serta Pattiselanno bersaudara. Lalu ada Jack Lesmana dari Jember, atau Syaharani dari Batu.
Lepas dari semua harapan itu, Doddy sebagai Ketua Umum Panitia Bistar JTF 2019 mengatakan, tugasnya membuat penonton pulang dari venue JTF dengan raut wajah senang dan tersenyum.
“Kalau gestur tubuh penonton terlihat seperti itu ketika keluar dari gate Atlantis Land nanti, tugas kami paripurna,” katanya.(den/tin/ipg)