Sabtu, 23 November 2024

Menanti Penampilan Dwiki Dharmawan feat Lea Simanjuntak di JTF 2016

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan
Dwiki Dharmawan saat tampil di panggung Jazz Traffic Festival 2014 lalu. Foto: Dok. suarasurabaya.net

Popularitas Dwiki Dharmawan di pentas musik dalam dan luar negeri tidak perlu diragukan. Kemampuannya meramu alat musik modern dengan instrumen musik tradisional Indonesia kerap melahirkan karya berkualitas.

Karier profesionalnya sebagai musisi dimulai tahun 1985 saat bergabung dengan grup musik Krakatau. Pada tahun yang sama, Dwiki meraih penghargaan “The Best Keyboard Player” dari Yamaha Light Music Contest 1985 di Tokyo, Jepang.

Pada tahun 1990, Dwiki memutuskan untuk menekuni berbagai musik tradisi Indonesia, dimulai dengan eksplorasinya dengan musik Sunda, tanah kelahirannya dan kemudian merilis album Mystical Mist serta Magical Match. Kemudian, Dwiki juga bereksplorasi dengan berbagai kekayaan tradisi mulai dari Aceh, Melayu, Jawa, Bali, dan musik-musik Indonesia Timur.

Musik Krakatau telah mendapat pengakuan secara Internasional, antara lain dari Jurnal Worlds of Music yang diterbitkan di Amerika Serikat. Jurnal itu menyebut Krakatau sebagai bagian penting dari kekayaan musik dunia. Itu karena Krakatau dianggap berhasil memadukan gamelan serta musik-musik tradisi Indonesia lainnya dengan jazz hingga menghasilkan harmoni.

Bersama Krakatau, hingga 2006 Dwiki telah merilis 8 album, yaitu First Album (1987),Second Album (1988), Kembali Satu (1989), Let There Be Life (1992), Mystical Mist (1994), Magical Match (2000), 2 Worlds (2006), dan Rhythm of Reformation (2006).
Sedangkan album solo Dwiki adalah Nuansa (2002) yang didukung oleh musisi kaliber dunia seperti Mike Stern, Lincoln Goiness, Richie Morales, Neil Stubenhaus, Ricky Lawson dan Mike Thompson dari Amerika Serikat serta beberapa musisi Australia seperti Steve Hunter, David Jones dan Guy Strazullo.

Dwiki yang pernah meraih Grand Prize Winner pada Asia Song Festival 2000 di Filipina, adalah salah satu musisi yang bakal tampil di ajang PP Properti Jazz Traffic Festival (JTF) 2016 Beyond Space. Tampil di hari kedua, 28 Agustus 2016, Dwiki Dharmawan Jazz Connection menggandeng penyanyi Lea Simanjuntak.

“Di JTF 2016, saya akan tampil bersama salah satu penyanyi kebanggaan Indonesia, Lea Simanjuntak. Kami siap memuaskan penonton Jazz Trafic Festival,” kata Dwiki pada suarasurabaya.net.

Jika biasanya Dwiki bersama Lea tampil dengan iringan full orchestra, tapi di ajang PP Properti Jazz Traffic Festival 2016 Beyond Space ini mereka bakal tampil dengan format musik yang lebih simpel, dengan memadukan instrumen musik lain seperti saxophone dan terompet.

Dwiki memberi bocoran, ia akan membawakan beberapa karya instrumental yang diambil dari album terdahulunya seperti “So Far So Close”, kemudian sejumlah karya dari album yang akan rilis tahun ini berjudul “Pasar Klewer”, dan lagu-lagu dari album yang baru akan rilis tahun depan.

“Jadi ada karya lagu dari 3 album yang akan saya bawakan di Jazz Traffic Festival 2016,” ungkapnya.

Khusus soal penampilannya bersama Lea Simanjuntak, Dwiki Dharmawan Jazz Connection akan membawakan lagu-lagu kesukaan Lea yang sudah dikenal oleh penonton, tapi dengan balutan aransemen yang dibuat khusus untuk PP Properti Jazz Traffic Festival 2016 Beyond Space.

“Sejauh ini saya sudah melakukan persiapan untuk tampil di JTF 2016, tapi tidak ada persiapan khusus karena memang sudah biasa tampil bareng Lea Simanjuntak,” katanya.

Lea Angeline Simanjuntak adalah penyanyi bersuara sopran yang biasanya membawakan lagu-lagu irama seriosa. Sejak usia 5 tahun, Lea sudah berani bernyanyi solo di paduan suara gereja saat bermukim di Singapura. Seiring dengan bertambahnya kesukaan Lea pada musik, ia pun mulai belajar bermain piano di usia 6 tahun.

Di awal kariernya sebagai penyanyi profesional sekitar tahun 2000, Lea sempat menjadi backing vocal sejumlah artis ternama seperti Chrisye, Krisdayanti, Nugie, Rio Febrian, hingga Erwin Gutawa. Pengalamannya itu pun membuat namanya mulai dikenal di dunia tarik suara tanah air.

Tahun 2004, Lea merilis album perdana berjudul Bangun dengan lagu andalan “Jangan Katakan Cinta”. Berselang dua tahun (2006), perempuan kelahiran Singapura, 7 Juli 1979 ini merampungkan album rohani My Christmas, kemudian album A New Day (2007).

Pada 2009, Lea membentuk duo dengan pianis dan komposer muda, Irsa Destiwi. Mereka sudah bersahabat karib sejak sama-sama kuliah di FKIP Universitas Atmajaya, Jakarta. Duo itu diberi nama Bandanaira, nama sebuah pulau yang indah di Maluku. Mereka sengaja menggunakan nama pulau karena ingin mempunyai nama yang mempresentasikan Indonesia.

Masih di tahun yang sama, duo ini kemudian meluncurkan album perdananya berjudul “The Journey of Indonesia” yang berisikan kompilasi lagu-lagu karya komponis ternama, di antaranya Ismail Marzuki (Indonesia Pusaka), WR Supratman (Ibu Kita Kartini), Cornel Simanjuntak (Maju Tak Gentar), dan H. Mutahar (Hari Merdeka). Lagu-lagu dalam album ini dibawakan Bandanaira dengan sentuhan jazz yang diaransemen dinamis dan modern sehingga pesan kepada muda Indonesia untuk lebih cinta Tanah Air tersampaikan.

Berbekal penguasaan nada rendah dan tinggi, Lea sudah malang melintang di dunia drama musikal sejak 2001. Dia tergabung dalam sebuah kelompok Jakarta Broadway Singer yang sering mementaskan drama musikal seperti The Sound of Music, Phantom of the Opera, Miss Saigon, Les Miserables, West Side Story dan Cinderella. Dari pengalaman itu, Lea kemudian dipercaya memerankan tokoh ibu guru Muslimah dalam drama musikal Laskar Pelangi yang mengudara 17 Desember 2010 sampai 9 Januari 2011 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Tapi, peran tersebut tak begitu saja ia peroleh. Dia harus mengikuti beberapa kali audisi, baru bisa dinyatakan lolos dan berhak ikut terlibat dalam drama musikal.

Memasuki tahun 2011, Lea tetap eksis dalam berkarya. Pada 26 Februari 2011, Lea tampil dalam konser A Masterpiece of Produser, komponis, konduktor, penata musik, dan bassist Erwin Gutawa bersama sederetan penyanyi dan pencipta lagu seperti Iwan Fals, Rossa, Afgan, Once, Sandhy Sondoro, Kotak, dan Waldjinah.

Meski popularitasnya tidak mencolok, ia menyatakan bakal konsisten di jalur musik dan tidak khawatir dengan kemunculan para pesaingnya di dunia tarik suara. Itu lantaran ia yakin punya kualitas dan ciri khas yang dipelajarinya dari beberapa musisi asing favoritnya seperti Aretha Franklin dan Whitney Hosuton.(all/rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs