Jumlah sumber mata air di Lumajang semakin tahun terus menyusut. Dari data di Kantor Dinas Kehutanan (Dishut) Kabupaten Lumajang, ada 411 sumber mata air yang ada di seluruh kota pisang ini.
“Namun, sembilan sumber mata air tersebut sudah kering dan tidak bisa lagi diselamatkan. Selain itu ada 70 hingga 80 sumber mata air hanya hidup di musim penghujan saja. Dan sisanya harus segera ditindaklanjuti dengan melakukan penanaman pohon agar sumber mata air tetap terjaga,” kata Indah Amperawati, Msi Kepala Dishut Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM, Sabtu (27/2/2016).
Dengan kondisi itu, masih katanya, butuh peremajaan terhadap sumber mata air dengan menanam pohon di tempat tadah air. Penanaman pohon untuk meremajakan sumber mata air itu dilakukan oleh kelompok tani hutan di Desa Wonokerto Kecamatan Gucialit, belum lama ini.
Penanaman tersebut dilakukan bersama-sama dengan pemerintah, TNI, dan perhutani. Beberapa instansi dan masyarakat tersebut berkomitmen untuk terus memperbaiki sumber mata air di Lumajang.
“Kemarin, dua sumber mata air yang ditanami pohon di Desa Wonokerto adalah Wana Sedaeng dan Winong. Dua mata air itu kini sudah normal kembali setelah kelompok tani hutan binaan Dinas Kehutanan menjaganya mulai 2014 lalu. Dan upaya penanaman pohon ini sudah dilakukan sejak dua tahun lalu. Dan dulunya sangat kritis,” jelasnya.
Dalam aksi penanaman pohon ini, Dishut memberikan 7 ribu trembesi, 2 ribu pete, 2 ribu durian, dan pucuk merah sebagai tanaman penghias 50 pohon. Trembesi dipilih karena akarnya kuat dan sudah ada yang tertanam. Selain tanaman kayu ada tanaman pohon yang produktif. Jumlahnya tidak lebih dari 20 persen.
Sejauh ini, kelompok tani hutan menjadi mitra yang sangat potensial bagi pemerintah untuk kegiatan penghijauan di lahan kritis ini. Apalagi di Lumajang sendiri memiliki luas area 69 ribu hektar hutan rakyat. Artinya, potensi masyarakat sekitar hutan sangat besar dari segi konservasi dan ekonomi.
“Sekarang sudah kelihatan hasilnya. Sengon kita terbesar se Indonesia,” kata Indah.(her/dop/ipg)