Konflik hukum antara Perum Perhutani dengan PT Indo Modern Mining Sejahtera (IMMS) yang terjadi akibat pengerusakan kawasan hutan sisi pesisir menjadi areal pertambangan pasir, masih akan berlanjut. Meskipun Lam Chong San Direktur PT IMMS sedang menjalani proses pidana illegal minning di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.
Perum Perhutani berencana mengajukan gugatan terhadap PT IMMS atas tanggung-jawab reklamasi lahan hutan yang telah dieksploitasi dalam pertambangan pasir galian C di Blok Dampar, Desa Bades Kecamatan Pasirian.
Mukhlisin, Shut Waka Administratur Perhutani Lumajang mengatakan sesuai aturan perundangan Perhutani memiliki kewenangan untuk memastikan kawasan hutan yang ada di dalam naungannya tetap steril dari aktivitas apapun. Termasuk pertambangan.
“Jika ada aktivitas pertambangan di dalam kawasan hutan, seperti yang telah dilakukan PT IMMS dan PT IMMI, langkah kita dengan membawa ke ranah hukum. Saat ini kita dalam proses hukum dengan PT IMMS, dimana Perhutani digugat dengan alasan wilayah tambang di luar kawasan hutan. Tapi gugatan itu dimenangkan Perhutani,” katanya kepada Sentral, Jumat (25/3/2016).
Namun setelah gugatan itu klir, Perum Perhutani masih menindaklanjuti dengan memintakan tanggungjawab reklamasi kawasan hutan yang terlanjur rusak akibat aktivitas pertambangan terhadap PT IMMS.
Karena areal kawasan hutan sudah rusak akibat aktivitas pertambangan, Perhutani menyiapkan gugatan kepada PT IMMS untuk melakukan reklamasi. “Kita rencanakan ke depan berkoordinasi dengan stake hoder. Karena ada perijinan juga yang tidak melalui jalur kita (Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, red). Karena kalau terhukti itu zona kawasan hutan, maka perijinannya harus melalui kementerian,” ujarnya.
Untuk pertanggungjawaban reklamasi yang akan dituangkan melalui gugatan hukum tersebut, Mukhlisin menjelaskan, pihaknya masih melakukan verifikasi dan pengukuran luasan kawasan hutan yang masuk dalam gugatan PT IMMS.
“Dari pengukuran terakhir memang sudah jelas berapa luasan areal tambang PT IMMS. Karena telah dilakukan pengukuran oleh Biro Perencanaan Perum Perhutani di Malang. Dan pengukuran itu juga didampingi pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Surabaya. Namun, kami belum melakukan pemetakan secara detail luasan kerusakannya,” terangnya.
Mukhlisin mengatakan, luas hutan yang rusak akibat aktivitas pertambangan masih lebih kecil dibandingkan dengan keseluruhan luas yang masuk dalam lahan konsesi pertambangan PT IMMS. “Totalnya mencapai kurang lebih 140 hektar yang secara administratif masuk RPH Bago, BKPH Pasirian,” terangnya.
Lahan seluas 140 hektar yang masuk konsesi tambang masih dalam proses inventarisasi. Sebab, Perum Perhutani akan memintakan pertanggungjawaban reklamasi secara hukum. “Logikanya, yang menambang yang harus bertanggungjawab. Caranya kami akan mengajukan gugatan ke PT IMMS,” urainya. (her/den)
Teks Foto :
– Mukhlisin Waka Administratur Perhutani Lumajang.
Foto : Sentral FM.